REPUBLIKA.CO.ID,
Gulita malam hadir menggelinjang
Tumpah ruah rasa berkelindan
Terpekur raga di atas sajadah panjang
Basah ujungnya tersebab mutiara berlinangan
Rupa-rupa indah bergelayut di pandangan
Tawa-tawa ria bergelut di angan ke sekian
Lincah-lincah bocah berlarian
Rianga padu-padan tanpa keresahan
Jika rindu bergelantung dalam ruang kalbu
Membayang wajah rupawan menawan
Gelora membuncah basahkan angan membiru
Tiada mampu terhindar dari dekap kisah terbuaikan
Ah,
Selama ini kuterlena hasrat berkesudahan
Yang seharusnya tak kupinta
Bersambut gayung berjawab kata
Tak kira jika benar-benar dilakukan
Jika ada satu-satunya hati
Mengapa mesti kau pergi
Buang kami seolah tiada arti
Luka sayat pun tiada lagi jadi peduli
Sakit
Bersimpuh saja sudah terlambat
Mohon maaf tak bisa dibuat
Tatkala dia adalah prioritas utama
Ya, dia yang ketiga, yang kau cinta
Kugiring langkah-langkah menjauh
Kuusap ubun-ubun kecil berkeluh
Tatkala suhu badannya kian mebubuh
Satu kata selalu, nan menyentuh
"Ayah"
Sementara,
Egoisme menyelinap kalahkan ananda
Sukma merana tak hirau jua
Tawa ceria bersama yang kau cinta
Dan,
Akupun hanya mampu berkata
"Siapa bilang orang ketiga tidak dicinta"
-- Ngawi, 6 Juli 2020
PENGIRIM: Sunarti, Praktisi Kesehatan