REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ritel tertua di Amerika Serikat (AS) Lord & Taylor menyatakan bangkrut setelah mengalami kerugian besar karena pandemi Covid-19. Ritel berusia 194 tahun tersebut menutup 38 toko terakhir mereka pada Kamis, menyusul kesulitan keuangan yang diperburuk oleh pandemi.
"Sambil memaksimalkan berbagai peluang, kami percaya akan lebih bijaksana untuk secara bersamaan menempatkan sisa toko ke dalam likuidasi (pembubaran perusahaan), demi memaksimalkan nilai inventaris," kata Kepala Petugas Restrukturisasi Lord & Taylor, Ed Kremer seperti dikutip dari laman Complex pada Sabtu (29/8).
Kabar tersebut muncul hanya beberapa pekan setelah ritel yang berdiri di New York tahun 1826 itu mengajukan perlindungan kebangkrutan. Ketika itu mereka juga mengumumkan hanya akan menutup 24 lokasinya karena penurunan omset.
Menurut New York Times, Lord & Taylor menghadapi kesulitan keuangan yang memuncak selama beberapa tahun terakhir. Para pimpinan perusahaan mengklaim Lord & Taylor terjebak di antara para pesaing jenama fesyen mewah dan persaingan diskon. Seperti kebanyakan department store, Lord & Taylor sempat berhenti beroperasi sementara karena pandemi. Itu menyebabkan keuntungannya turun drastis.
Sebelumnya, puluhan perusahaan mode di Amerika Serikat (AS) terancam bangkrut akibat pandemi Covid-19. Lembaga pemeringkat S&P Global mencatat pada awal Agustus, jumlah perusahaan fashion yang mengajukan kebangkrutan sejak awal pandemi terus bertambah.
Per 23 Juli 2020, sudah ada 40 perusahaan ritel yang mengajukan kebangkrutan. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi sejak 10 tahun terakhir, sekaligus melampaui jumlah total kebangkrutan perusahaan mode pada tahun lalu dan 2018.
Pakar memperkirakan, lebih banyak kebangkrutan akan terjadi akhir 2020, terutama jika gelombang kedua Covid-19 terjadi di kuartal keempat. Di masa normal, itu adalah periode di mana peritel seharusnya meraup sebagian besar keuntungan.
Wakil kepala departemen kebangkrutan di firma hukum Lowenstein Sandler, Jeffrey Cohen, menyampaikan beberapa faktor pendukung lain. Menurut dia, penyebabnya adalah kasualisasi mode dan penurunan traffic pengunjung di pusat perbelanjaan.
Salah satu nama dalam daftar pengawasan kebangkrutan di tangan Cohen antara lain Tailored Brands, yang memiliki peritel pakaian Men’s Wearhouse, termasuk Lord & Taylor sebagai rantai pusat perbelanjaan kelas menengah.