Jumat 04 Sep 2020 20:20 WIB

Asma Nadia: Jangan Berpesta Dulu Sebelum Situasi Terkendali

Jangan buka pintu yang seharusnya masih ditutup hanya karena ingin berpesta.

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia

Ada banyak hal menarik dari perhelatan Liga Champions musim ini. Di laga final, dua pelatih asal Jerman bertemu. Thomas Tuchel pelatih PSG dan Hansi Flick pelatih Bayern Muenchen. Namun, ini bukan pertama kalinya. Derbi pelatih Jerman di laga final Liga Champions pernah terjadi pada 2013 ketika sesama tim Bundesliga, Bayern vs Borussia Dortmund berhadapan.

Namun, musim ini lebih istimewa buat Jerman karena satu lagi pelatih Jerman, Juergen Klopp, berhasil membawa Liverpool menjadi juara Liga Inggris setelah penantian panjang selama 30 tahun.

Dengan keberhasilan ini, tidak berlebihan jika dikatakan, tahun ini eranya supremasi Jerman di liga paling bergengsi Eropa. Satu lagi yang istimewa dari liga musim ini adalah penyelenggaraan kompetisi yang berlangsung pada era pandemi.

Tidak ada penonton dan ketatnya protokol kesehatan diberlakukan. Dengan kesunyian stadion sekalipun, setiap tim berjuang keras melalui pertandingan demi pertandingan tanpa hilang semangat.

Jika mau ditambah catatan istimewa lainnya, perlu diingat, Bayern menjadi satusatunya tim dalam sejarah Liga Champions yang berhasil keluar sebagai juara dengan rasio kemenangan 100 persen. Klub asal Jerman tersebut berhasil memetik setiap kemenangan pada 11 pertandingan mereka di Liga Champions musim ini.

Tidak sekadar menang, jumlah gol yang diciptakan selama laga juga spektakuler, terutama saat melumat Barcelona dengan kemenangan telak 8-2 di perempat final. Bayern akhirnya menutup musim ini dengan treble winner, setelah menjadi juara Bundesliga dan DFB-Pokal.

Walaupun demikian, di antara semua catatan di atas, yang paling menarik adalah bagaimana Bayern sama sekali tidak merayakan apa pun sebelum benar-benar mencapai kemenangan. Saat tim lain berpesta begitu berhasil masuk babak penyisihan, Bayern fokus berlatih. Saat tim lain bergembira mencapai perempat final atau final, Bayern tetap low profile.

Mereka sadar, sehebat apa pun rekor menang 10 kali berturut-turut pun tidak menjamin mereka menjadi juara. Selama gelar belum dikantongi maka tak ada pesta yang diperlukan. Jerih payah kini terbayarkan.

Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil. Bayern bukan hanya menobatkan diri sebagai juara, melainkan sekaligus menorehkan catatan menakjubkan. Hal serupa juga dilakukan Liverpool.

Sekalipun sudah digadang akan menang karena memiliki poin di atas tim-tim lain, mereka tetap fokus penuh tanpa merasa sudah boleh membusungkan dada. Terlebih, tahun lalu mereka juga mengalami prestasi gemilang, tapi terjungkal pada pekan terakhir.

Tahun ini, Liverpool benar-benar memasang sikap rendah hati, sekalipun dipuji dan digadang juara. Mereka memutuskan tidak mengadakan perayaan apa pun sebelum benar-benar menuntaskan pertandingan dan keluar sebagai pemenang.

Mental juara seperti ini yang sejatinya, kita butuhkan dari para pemimpin dan tokoh dalam menghadapi pandemi. Jangan bersorak, jangan membusungkan dada, jangan 'berpesta' dulu sebelum situasi benar-benar terkendali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement