Senin 07 Sep 2020 09:55 WIB

Sertifikasi Penceramah dan Matinya Kebebasan Beragama?

Umat Islam Indonesia selama ini telah berhasil mengelola perbedaan dengan baik.

Ilustrasi Penceramah
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Penceramah

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: DR Anwar Mujahidin, Dosen Ilmu Tafsir, IAIN Ponorogo

Program Menteri agama untuk membersihkan masjid di lingkungan pemerintah dari paham radikal dan sertifikasi penceramah akan membunuh kebebasan beragama yang menjadi amanat Undang-Undang Dasar 45.

Statement menag bahwa masjid pemerintah menjadi pintu radikalisme dengan masuknya kelompok good looking berpotensi membangkitkan primordialisme, sikap ideologis yang saling bermusuhan antar kelompok di masyarakat. 

Indonesia adalah contoh dan teladan negara mayoritas Muslim yang ramah terhadap berbagai mazhab keagamaan. Berbagai mazhab keagamaan tumbuh berkembang secara dinamis di Indonesia.  Sikap saling menghargai justru menjadikan perbedaan menjadi kekuatan untuk memberdayakan masyarakat dan menangkal mazhab keagamaan yang dinilai menyimpang atau sesat.

Perbedaan dalam beragama dan sikap saling menghargai telah menjadi kekuatan umat Islam Indonesia yang menjadikan Indonesia tumbuh menjadi negara maju seperti sekarang. Sikap saling mencurigai akan menghancurkan kekuatan umat Islam yang berati menghancurkan potensi kekuatan Indonesia.    

Potensi kekuatan dari persatuan umat Islam dibuktikan secara historis Pada masa pra kemerdekaan. Keberadaan Masyumi yang menyatukan umat Islam terbukti menghantarkan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Saling curiga dan bermusuhan antarkelompok dengan madzhab keagamaan yang berbeda adalah kenyataan sosial yang harus diakui keberadaanya.

Namun, kearifan demi kepentingan yang lebih besar, melebihi kepentingan kelompok membuat umat dapat bersatu. Tidak ada kelompok Islam yang tidak menginginkan Indonesia merdeka. Bahkan, pada tahap pembentukan dasar-dasar negara setelah Indonsia merdeka, umat Islam juga legowo, Indonesia tidak menjadi negara Islam. 

Perbedaan telah menjadi sunnatullah yang berhasil dikelola oleh umat Islam Indonesia dengan baik.           

Pandangan Menag mencurigai kelompok yang mengelola masjid-masjid pemerintah sebagai kelompok radikal adalah juga pandangan yang sempit.  Fungsi Keagaamaan tidak dapat dipersempit dengan melihat adanya sikap kritis terhadap suatu masalah. Pengalaman beragama tidak dapat direduksi dengan salah satu sikap saja dari seseorang terhadap satu masalah.

Apakah ketika sesorang tidak setuju orang yang beragama lain menjadi pemimpin wilayah berarti dia anti kebinekaan dan anti Pancasila. Tidak semudah itu untuk menghakimi pendapat seseorang.

Dalam negara demokrasi, seorang tidak setuju bila 'Si A' menjadi kepala daerah apapun alasannya, adalah hak. Persoalan kemudian adala bagaimana ia menyalurkan pendapatnya.

Kalau ia mendatangi TPS pada waktu pilkada dan tidak mencoblos pasangan calon yang tidak disetujui, maka pikiran, pendapat dan sikap dia adalah demokratis. Ia tidak bisa dihakimi radikal hanya karena alasan ketidaksetujuannya pada pasangan calon tertentu dengan alasan perbedaan agama.

Sertifikasi penceramah akan melestarikan sikap primordial, saling mencuriga dan sikap beragama yang picik. Penceramah harus memiliki pikiran kritis dan reflektif yang bebas dari intervensi siapa pun.

Penceramah adalah pembawa obor pencerahan yang mencerdaskan masyarakat sehingga masyarakat memiliki harapan akan masa depan, berperilaku yang seharusnya menurut nilai yang ideal.

Kalau penceramah dibatasi hanya menyampaikan nilai-nilai yang ditetapkan oleh negara dan penguasa, maka tidak ada perspetif pencerahan yang disampaikan oleh peneceramah tersebut. Bagaimana penceramah akan menyampaikan sebuah solusi keagamaan sedangkan sumber masalah adalah ketidakadilan pemimpin pemerintah misalnya?

Sertifikasi penceramah adalah belenggu kebebasan beragama dan kebebasan agama untuk memberikan solusi kehidupan kebangsaaan.       

Kelompok yang dicuriga Menag sebagai kelompok radikal di masjid-masjid pemerintah bisa jadi adalah pahlawan bangsa. Secara spriritual kelompok good looking, orang berjenggot, celana cingkrang, memiliki kemampuan menghafal al-Qur`an telah membawa kesejukan di kantor-kantor pemerintah.

Kehidupan keagamaan di kantor-kantor pemerintah menjadi hidup. Mereka shalat berjamaah tepat waktu. Mereka juga dapat menambah pengetahuan agama dengan pengajian singkat (kultum) setelah shalat Zhuhur. Secara birokrasi, kelompok-kelompok militan di kantor inilah yang lantang antipungli dan anti korupsi. Dia pantang menerima uang suap karena tulus melayani.

Mereka berpandangan bekerja adalah ibadah. Maka, mencurigai kelompok sang pahlawan dengan tuduhan radikal bisa berarti memberi jalan lapang kepada para penghancur negara, pegawai negeri yang doyan pungli dan korupsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement