Senin 07 Sep 2020 17:24 WIB

Bara Permainan Besar di Mediterania untuk Kepung Turki

Kesepakatan Maritim Turk-Libya membuat takut kekuatan regional dan global .

Ilustrasi: Kapal pengeboran Turki dikawal Angkatan Laut Turki.
Foto: AnadAnadolu Agencyolu Agency
Ilustrasi: Kapal pengeboran Turki dikawal Angkatan Laut Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Inilah artikel yang ditulis Iftikhar Gilani dalam Anadolu Agency (kantor berita Turki). Artikel ini cukup menerangkan mengenai apa yang menjadi sikap dasar Turki terkait dengan konflik Yunani soal kawasan kaya gas dan minyak di kawasan Mediternia.

Turki yang kini merasa dikepung negara Eropa dan negara lain (Prancis, Israel, Mesir dan Amerika Serikat), mulai mencari sekutu di wilayah itu. Salah satunya adalah Libya. Mereka berharap persekutuan ini bisa memecahkan kebuntuan dalam menghadapi sikap Eropa yang bagi Turki selalu mendukung klaim Yunani.

Bila negara di luar Eropa, seperti Mesir dan Israel pun ikut berkepentingan dalam konflik itu pun masuk akal. Lagi-lagi karena soal ladang gas dan jalur pipanya. Maka konflik ini memanas, (mudah-mudahan ini tidak menjadi pencetus perang Eropa dan dunia. Ingat kawasan Eropa itu pun sudah lama atau dalam 100 tahun terakhir tidak berperang. Padahal sebelumnya sangat suka melakukannya)

Begini tulisan itu:

------------

Laut Cina Selatan dan Mediterania mungkin terpisah ribuan mil, tetapi perairan mereka benar-benar terbakar, karena kekuatan dunia berdesak-desakan, memainkan "Permainan Besar" baru, dengan tetap memperhatikan kepentingan strategis mereka dan penemuan besar cadangan minyak dan gas di kawasan ini.

Selama bertahun-tahun, negara-negara yang bertentangan dengan kepentingan Turki telah menggunakan Laut Mediterania untuk merampungkan pengepungan di seluruh negeri. Ketika mencoba untuk memutuskan untaian mutiara yang dijalin, langkah cekatan Turki untuk menyelesaikan kesepakatan batas maritim dengan Libya pada November tahun lalu mengagetkan banyak pemain global dan regional, yaitu Yunani, Prancis, Israel, Mesir dan Amerika Serikat.

Banyak dari mereka menyuarakan penentangan terhadap hak kedaulatan kedua pemerintah untuk mencapai kesepakatan, karena telah melanggar strategi pengepungan Yunani di Mediterania Timur.

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang sekarang disepakati oleh Ankara dan Tripoli juga akan memutus rute pipa Mediterania Timur atau jalur pipa EastMed yang rencananya akan dibangun oleh Siprus, Yunani, dan Israel untuk menghubungkannya hingga Eropa.

Menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, negara berdaulat memiliki hak khusus terkait eksplorasi dan penggunaan sumber daya laut, termasuk produksi energi dari air dan angin hingga 200 mil laut dari pantainya. Klaim yang tumpang tindih, pantai serampangan dan berbagai pulau membuat prinsip ini tidak mungkin diterapkan ke Mediterania.

Tetapi ketentuan dari konvensi yang sama juga menyerukan penunjukan pulau utama dari mana jarak dapat diukur, dan bukan dari pulau-pulau kecil seperti yang diyakini Yunani.

Para ahli percaya bahwa pendekatan ini didasarkan pada pendirian bahwa sebuah pulau kecil mungkin kekurangan sumber daya yang cukup untuk menjaga dan mengembangkan laut dan oleh karena itu mereka harus memiliki yurisdiksi hanya atas wilayah kecil.

Mengklaim ZEE yang lebih besar untuk pulau-pulaunya, Yunani, yang melanggar prinsip ini, mencoba memperluas hingga ke bagian-bagian wilayah laut yang disepakati oleh Turki dan Libya.

Lebih jauh, karena banyak pulau seperti Pulau Meis atau Kastellorizo terletak di lepas pantai Turki, argumen Yunani akan menyusutkan garis pantai Turki dan membuatnya terbatas pada pantai selatannya saja.

Proposal jalur pipa dinding tembok Yunani

Menurut seorang peneliti Idlir Lika, yang menulis makalah untuk sebuah lembaga peneliti kebijakan Turki, Political Economy and Social Research Foundation (SETA), Yunani sebelumnya telah menghalangi proposal untuk membangun saluran pipa antara Israel dan Turki pada pertengahan 2016.

"Ketika proposal ini berada dalam tahap akhir negosiasi, Athena mendorong Siprus Yunani dalam mentorpedo pembicaraan yang disponsori PBB untuk menyatukan kembali Siprus, dan dengan demikian menghancurkan harapan jalur pipa gas," katanya.

Setelah keretakan serius dalam hubungan Israel-Turki setelah insiden Mavi Marmara Mei 2010, Yunani mulai mengembangkan strategi kerja sama penuh dengan Israel dengan mengejar hubungan politik, ekonomi, dan energi yang lebih dekat.

Pada Januari 2019 di Kairo, Yunani mengatur pertemuan untuk mempromosikan kerja sama energi, tetapi tidak termasuk Turki.

Dianggap sebagai tonggak penting dalam upaya diplomatik Yunani untuk mengepung Turki, tujuh pemerintah, yaitu Pemerintahan Siprus Yunani, Yunani, Israel, Italia, Yordania, Otoritas Palestina, dan Mesir memutuskan untuk membentuk Forum Gas Mediterania Timur (EMGF) untuk mempromosikan kerja sama energi.

Beberapa bulan kemudian, Prancis secara resmi meminta untuk menjadi anggota kesembilan EMGF, sementara AS meminta untuk bergabung sebagai pengamat resmi.

Menurut penulis buku berjudul Mediterania Timur dan Turki: Perspektif Politik, Yudisial, dan Ekonomi, meskipun memiliki salah satu garis pantai terpanjang di Mediterania Timur, ada upaya nyata untuk memenjarakan Turki di wilayah sempit dalam kaitannya dengan landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif.

“Mengabaikan status khusus Mediterania Timur dan Laut Aegea yang disebabkan oleh laut dan pulau yang setengah tertutup, dan tanpa mempertimbangkan keputusan badan peradilan internasional tentang wilayah yurisdiksi maritim pulau, peta – yang menunjukkan sebagian besar landas kontinen Turki sebagai milik Yunani dan pemerintahan Yunani – sudah disiapkan,” tulis peneliti Kemal Inat dan Burhanettin Duran dalam buku terbitan SETA.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement