REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah pandemi sebagian orang tetap fokus berkarya dalam bidangnya. Salah satunya seperti seniman dan pemilik studio tato Hendric Shinigami.
Hal itu yang diungkap Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat nge-vlog bersama raja Tato Indonesia Hendric Shinigami untuk konten akun youtube Bamsoet Channel, di Kawasan Kelapa Gading Jakarta, Ahad (6/9). Ketua MPR RI mengungkapkan pada dasarnya budaya tato telah lama mengakar dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Setidaknya ada tiga suku yang memiliki kearifan lokal menato tubuhnya, antara lain Suku Mentawai, Suku Dayak, dan Suku Moi. Bahkan tradisi mentato tubuh di Suku Mentawai termasuk yang tertua di dunia. Dimulai sejak 53 tahun sebelum masehi (53 tahun SM). Sebagian besar suku mentato tubuhnya sebagai bagian dari peribadatan serta penanda status sosial di kelompok masyarakat.
"Di dekade 1980-an, tato terdegradasi menjadi simbol kriminalitas lantaran banyaknya penjahat yang bertato. Bahkan pernah geger kehadiran Petrus (penembak misterius) yang menyasar orang-orang bertato. Seiring berjalannya waktu, image tersebut luntur. Tato kini menjadi bagian dari seni dan gaya hidup. Banyak orang mentato tubuhnya untuk menegaskan sebuah prinsip hidup. Namun sebagai muslim, dalam ajaran agama saya, tato dilarang," ujar dia.
Ketua DPR RI ke-20 ini menilai, Hendric Shinigami termasuk seniman tato luar biasa. Ia tidak mentato sembarangan orang. Sebelum mentato, ia menanyakan terlebih dahulu alasan kenapa seseorang ingin mentato tubuhnya. Jika tidak masuk akal, Hendric bahkan tak segan menolaknya.
"Membuat tato di tubuh tidak melanggar peraturan. Namun secara agama Islam, ada larangan. Sehingga dikembalikan kepada keyakinan masing-masing pemeluk agamanya. Karenanya, siapapun yang ingin mentato tubuh, sebaiknya dipikirkan secara matang. Walaupun sudah ada layanan menghapus tato, namun bekasnya tidak bisa hilang sama sekali," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini mengingatkan agar tato sebagai sebuah seni jangan lagi terdegradasi menjadi simbol kriminalitas maupun ugal-ugalan. Karenanya, pentato dan orang yang ditato wajib menjaga perilaku diri, karena mereka adalah cerminan. “Terpenting, jangan jadikan tato sebagai simbol menakut-nakuti orang maupun gagah-gagahan,” pungkas Bamsoet.
Bamsoet sengaja kali ini mengangkat tema bisnis tato di tengah pandemi cobid-19, dan mencoba mendalaminya mengapa banyak kalangan suka tubuhnya di tato. Pandemi covid-19 ternyata tidak terlampau ngefek bagi bisnis gambar tubuh ini. Paling tidak dari penjelasan Hendric, konsumennya sudah antri hingga akhir tahun ini. “Karena ini kerja seni, maka untuk mendapatkan hasil yang maksimal tidak bisa tergesa-gesa. Sama seperti melukis,” tutur Hendric.