REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memandang pandemi Covid-19 tak menghambat sepenuhnya program pengentasan buta aksara. Program tersebut diklaim tetap bisa berjalan.
Kemendikbud baru saja mengumumkan enam provinsi yang merupakan daerah dengan angka buta aksara tertinggi. Rinciannya yaitu Papua 21,9 persen buta aksara, Nusa Tenggara Barat 7,46 persen, Nusa Tenggara Timur 4,24 persen, Sulawesi Selatan 4,22 persen, Sulawesi Barat 3,98 persen dan Kalimantan Barat 3,81 persen.
Secara nasional, angka buta aksara Indonesia pada 2019 mencapai 1,78 persen. Angka ini turun dari tahun 2018 sebesar 1,93 persen. "Hambatannya hanya pada proses koordinasi. Tapi proses pembelajaran tetap bisa dilaksanakan dengan tatap muka dengan protokol kesehatan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri pada Republika.co.id, Selasa (8/9).
Jumeri menyebut proses pembelajaran buta aksara bisa dilakukan bersamaan dengan kampanye protokol kesehatan. Sehingga masyarakat yang buta aksara akan dapat dua manfaat sekaligus. "Ini sekaligus mendidik masyarakat tentang kesadaran akan protokol kesehatan. Pandemi Covid-19 dijadikan tema dan materi pembelajaran secara kontekstual," ujar Jumeri.
Kemendikbud menduga tingginya angka buta aksara berkaitan dengan angka partisipasi kasar (APK) atau persentase penduduk yang bersekolah dan pendapatan per kapita di suatu daerah. Keenam provinsi tersebut memiliki APK yang tinggi dan pendapat per kapita yang rendah.