Prof KH Nasaruddin Umar
REPUBLIKA.CO.ID, Sesungguhnya bukan hanya makanan, melainkan apa pun yang dimasukkan ke dalam tubuh semestinya menghadirkan Allah SWT agar terjadi pemberkahan (tabaruk/consecration). Yang menjadi konsumsi kita bukan hanya makanan yang akan mengisi perut, melainkan juga ilmu pengetahuan yang akan mengisi kalbu. Kedua-duanya diharapkan memberikan keberkahan ketika kita menyadarkan diri kita akan keberadaan Allah SWT sebagai pemberi nikmat.
Jika hal ini tak dilakukan, kita termasuk orang yang melakukan kefasikan (lafisq) karena kita keluar dari proses penyucian atau mungkin bisdiistilahkan dengan penyakralan. Bahkan, potongan ayat berikutnya menegaskan bahwa orang yang tidak melakukan proses tersebut diancam: “Setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” Jika setan sudah berkolaborasi menjebak dan memengaruhi kita, kita akan berada di bawah kendali mereka. Pada saatnya kalau sudah demikian adanya, dengan tegas Allah SWT menyatakan: “Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”
Apa pun yang akan kita lakukan sebaiknya menyebut nama Allah SWT sekaligus menghadirkan yang punya nama demi meraih keberkahan dan keselamatan. Pengalaman Nabi Nuh bisa memberikan pelajaran penting. Sebelum menaiki perahunya, ia menuntun untuk membaca basmalah:
"Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Hud [11]: 41).
Kita tidak banyak menemukan sumber tentang bagaimana Nabi Nuh menjalankan perahunya yang sarat dengan penumpang di tengah terpaan badai dan gelombang tsunami. Yang jelas perahu Nabi Nuh selamat di dalam amukan gelombang tsunami dan kembali hidup seperti sediakala sebelum tsunami melanda.
Pengalaman berbeda dalami Nabi Sulaiman dalam menaklukkan Ratu Balqis, seorang ratu yang memiliki kekuasaan luar biasa yang dilukiskan dalam Alquran sebagai pemilik singgasana superpower (laha ‘arsyun ‘adhim) QS al-Naml [27]: 30) dengan sepucuk surat sakti yang diawali dengan lafaz basmalah:
"Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi) nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS al-Naml [27]: 30).
Setelah membaca surat tersebut Ratu Balqis langsung bereaksi cepat dengan mengumpulkan para petinggi negerinya untuk melakukan perhitungan terhadap Nabi Sulaiman. Pada akhirnya Ratu Balqis tunduk di bawah kekuasaan Nabi Sulaiman. Ini bagian dari keberkahan Nama Allah.
Dalam beberapa riwayat disebutkan semua nabi bersahabat dengan lafaz basmalah. Yang dibaca Nabi Isa AS ketika menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang yang tidak bisa disebuhkan oleh dokter ialah lafaz basmalah. (Lihat Tafsir al-Suyuthi, Juz 1 H 38).
Yang menarik ialah sebuah ayat sebagai berikut: "Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa."(QS al-Hajj [22]: 40).
Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa keselamatan bangunan-bangunan spiritual seperti biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah Yahudi, dan terakhir masjid dihubungkan dengan adanya nama-nama Allah disebutkan di dalamnya. (Bersambung). (Baca juga: Basmalah sebagai Simbol Konsekrasi (1).