REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menggandeng InfraDigital Nusantara, startup fintech untuk digitalisasi layanan pembayaran biaya pendidikan dalam menggelar Webinar Internasional dengan tema Perspektif Blended Learning untuk Keberlanjutan Proses Belajar Mengajar Perguruan Tinggi di New Era.
Acara yang berlangsung secara daring tersebut diisi oleh beberapa narasumber dengan latar belakang praktisi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, akhir pekan ini. Di antaranya yakni, Budi Djatmiko selaku Ketua Umum APTISI; Aris Junaidi selaku Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Ditjen Dikti, Kemendikbud; Suria Binti Baba selaku Director Center for Academic Excellence and Development (CAED) University Malaysia Kelantan; Martin Jacobson selaku CEO Supertext Sweden dan Ian McKenna selaku CEO InfraDigital Nusantara. Acara ini juga dihadiri oleh kurang lebih 700 peserta dari perwakilan Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia.
Berlatar belakang dari masalah yang dihadapi Perguruan Tinggi di masa penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Menurut Budi Djatmiko, saat ini belum ada regulasi yang jelas mengenai PJJ. Banyak hal yang belum dipersiapkan untuk implementasi PJJ bagi perguruan tinggi. Mulai dari mempersiapkan infrastruktur, media/aplikasi PJJ, menetapkan strategi jangka pendek dan panjang serta memaksimalkan penggunaan berbagai media komunikasi.
Menurut Ian McKenna, perbedaan antara perguruan tinggi yang terimbas paling besar secara operasional oleh pandemi Covid-19 dan yang paling sedikit terkena imbas adalah seberapa siap mereka untuk beralih ke digital. “Membangun bereputasi seperti ini mempunyai beberapa langkah, salah satunya yakni dimulai dengan membangun infrastruktur digital untuk semua stakeholder kampus," tutur Ian Mc Kenna.
Ada empat tahap, kata dia, yang perlu dilakukan untuk menerapkan kampus digital yang siap menerapkan PJJ, yaitu, infrastruktur digital, infrastruktur data, kapabilitas SDM, dan aplikasi yang cocok.
Dalam mendukung perguruan tinggi memenuhi tahap tersebut, Prof. Aris Junaidi selaku Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Ditjen Dikti, Kemendikbud menyatakan, pemerintah sendiri sudah menerapkan beberapa kebijakan penting terkait PJJ. Mulai dari penyediaan platform pembelajaran daring, bekerjasama dengan provider telekomunikasi untuk penyediaan pulsa dan paket internet mahasiswa beserta dosen, program pengakuan kredit universitas melalui pembelajaran daring, serta pelatihan 110 ribu dosen untuk implementasi PJJ. Implementasi ini juga akan senantiasa disupervisi serta dievaluasi agar senantiasa berjalan maksimal.
Namun, tentunya inisiatif ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, berbagai stakeholder seperti asosiasi, perusahaan teknologi edukasi, dan pihak perguruan tinggi sendiri harus ikut mendorong digitalisasi kampus dan kesiapan PJJ karena pemerintah telah menegaskan bahwa PJJ akan menjadi kebiasaan baru di masa depan.
Acara ini ditutup dengan pengumuman program “Digitalisasi Kampus Bersama Jaringan IDN” oleh APTISI dan InfraDigital Nusantara. Harapannya dengan adanya program ini, dapat diimplementasikan untuk seluruh kampus dari berbagai latar belakang kondisi dan daerah. Kampus yang tidak memiliki sumber daya dan berada di daerah tidak perlu lagi bingung dan khawatir.
"Digitalisasi kampus untuk semua kalangan dan siap menerapkan PJJ di masa pandemi maupun new normal nanti,” kata Budi Djatmiko.