REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hiru Muhammad*
Pasar kendaraan jenis sport utility vehicle (SUV) kini menggeliat menyusul keberhasilan kendaraan multipurpose vehicle (MPV) yang terlebih dahulu merajai pasar otomotif di Tanah Air dan sejumlah negara lainnya. Keberhasilan keduanya tidak terlepas dari karakter keduanya yang memiliki kesamaan. Seperti daya angkut yang besar, ground clearence yang tinggi, serta tampilan yang modern.
Keberhasilan pasar MPV di tanah air juga diikuti dengan munculnya beragam varian mulai dari kelas premium, medium hingga low MPV. Hal ini diikuti dengan tampilan SUV yang mengusung ketiga kategori tersebut bagi konsumen di Tanah Air. Keberadaan kedua jenis kendaraan tersebut dipelopori produk Jepang yang merajai pasar Tanah Air hingga
memenuhi pasar ekspor ke sejumlah negara.
Dalam perkembangannya keberhasilan mereka diikuti dengan hadirnya produk asal Korea dan Cina. Keberadaan produk Korea di dekade tahun 2000an sempat merebut hati konsumen di Tanah Air sebelum akhirnya meredup. Absennya produk MPV maupun SUV asal Korea tersebut selama beberapa tahun, dimanfaatkan produsen Cina untuk memperkenalkan MPV maupun SUV mereka ke pasaran dalam negeri. Kehadiran SUV maupun MPVasal Cina merupakan angin segar bagi industri otomotif di Tanah Air. Mereka hadir dengan produk yang diharapkan mampu bersaing dengan produk Jepang.
Sebagai pendatang baru, tentunya perlu kerja ekstra bagi produk Cina untuk merebut hati konsumen di Tanah Air. Tampilan modern, jaminan layanan purna jual dan harga 'miring' menjadi senjata utama mereka. Tak hanya itu, produk Cina juga sudah dilengkapi asejumlah fasilitas premium yang sebelumnya hanya terdapat di kendaraan kelas premium. Seperti Airbag, Antilock Braking system (ABS), Electronic Braking Distributin (EBD) yang mengatur tekanan rem sesuai beban dan kecepatan masing-masing roda, sehingga secara keseluruhan pengereman dapat dilakukan sesuai kebutuhan, serta Emergency Brake Assist (EBA) berfungsi meningkatkan tekanan rem dalam kondisi darurat, keyless entry, head unit kelas premium, hingga pemilihan material papan atas bagi interior kendaraan. Fasilitas serupa juga sudah dijumpai pada produk SUV maupun MPV asal Jepang yang terlebih dahulu dipasarkan.
Persaingan ketat antara SUV dan MPV produk Jepang, Korea dan Cina tidak terhindarkan. Tiap produk menampilkan fasilitas maupun keunggulan tersendiri yang secara teknologi sebenarnya tidak jauh berbeda. Barangkali yang membedakan lebih kepada sugesti atau
kebanggaan dalam memakai produk tertentu dengan alasan tertentu. Di sinilah prinsip value for money yang digunakan konsumen dalam membeli sebuah produk berlaku. Prinsip value for money sendiri merupakan upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan tepat dan sesuai sasaran. Sehingga terciptanya mutu pelayanan yang baik dengan penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien.
Indikator yang digunakan dalam menjalankan prinsip value for money umumnya terdiri dari ekonomi, efisien dan efektifitas. Dalam otomotif, ekonomi dapat diartikan sebagai outpun dan input yang diperoleh dalam satuan moneter. Harga kendaraan dapat disesuaikan dengan fasilitas atau fitur yang ada di dalamnya, pajak dan komponen lain yang menentukan nilai jual kendaraan tersebut. Efisien umumnya adalah biaya operasional rendah dengan nilai kegunaan yang tinggi, termasuk konsumsi BBM dan suku cadang. Sedangkan Efektivitas adalah pencapaian dari target yang ditetapkan. Prinsip ini umumnya berlaku pada pembeli
kendaraan untuk keperluan bisnis. Namun, efektifitas kerap kurang diperhitungkan oleh konsumen ketika membeli kendaraan untuk kepentingan pribadi.
Dalam hal ini, penerapan prinsip value for money tidak sepenuhnya selalu efektif. Setidaknya, dari tiga faktor tersebut tidak semuanya berjalan. Dalam kasus tertentu misalnya, seseorang membeli kendaraan karena pertimbangan gengsi untuk mendongkrak status sosial tentunya cara pandang soal value for money bagi mereka berbeda, dibanding
dengan membeli kendaraan untuk keperluan bisnis. Tidak sedikit orang yang mempersoalkan dengan dana yang dikeluarkannya untuk membeli sebuah kendaraan, keuntungan apa yang mereka peroleh, baik secara materi maupun psikologis.
Disinilah kemampuan tenaga pemasar dalam memainkan efek psikologis atas produk yang dijualnya kepada konsumen. Tampilan yang gemerlap, eye catching dari etalase peraga, produk dengan teknologi tercanggih, SPG yang cantik, hingga layanan kelas premium yang dijanjikan ke konsumen merupakan bagian dari strategi jitu pemasaran. Hal itu kerap
membuat konsumen 'tersihir' sejenak dengan berbagai tawaran menarik yang dijanjikan. Hingga membuatnya melupakan prinsip value for money tersebut karena seringkali konsumen membeli barang yang sebenarnya belum tentu ia butuhkan. Meminjam istilah lama, teliti sebelum membeli tampaknya bisa menjadi jurus ampuh agar prinsip value for
money itu bisa dijalankan sesuai kebutuhan bukan keinginan.
*) Penulis adalah Jurnalis Republika.co.id