Senin 14 Sep 2020 14:39 WIB

Bongkahan Besar Es Greenland Seluas 110 Km Pecah

Bongkahan es yang pecah menjadi bukti nyata perubahan iklim.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Greenland
Foto: greenland.go
Greenland

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Bongkahan besar es terlepas dari lapisan es terbesar yang tersisa di Arktik, 79N atau Nioghalvfjerdsfjorden, di Greenland timur laut. Bagian yang lepas meliputi sekitar 110 km persegi.

Citra satelit menunjukkan bongkahan es telah hancur berkeping-keping. Lepasnya bongkahan es ini menjadi bukti lebih lanjut yang dikatakan para ilmuwan tentang perubahan iklim yang cepat terjadi di Greenland.

Baca Juga

"Atmosfer di wilayah ini telah menghangat sekitar 3C sejak 1980. Dan pada 2019 dan 2020, suhu musim panas mencatat rekor," kata peneliti kutub di Universitas Friedrich-Alexander di Jerman,Dr Jenny Turton, dilansir di BBC, Senin (14/9).

Nioghalvfjerdsfjorden kira-kira panjangnya 80 km dengan lebar 20 km. Lokasi ini merupakan ujung depan mengambang dari Aliran Es Greenland Timur Laut.

Di ujung terdepannya, gletser 79N terbelah menjadi dua, dengan cabang kecil berbelok langsung ke utara. Cabang atau anak sungai inilah, yang disebut Gletser Spalte, yang sekarang telah hancur.

Fitur es sudah retak parah pada tahun 2019, kehangatan musim panas ini telah menjadi kehancuran terakhirnya. Gletser Spalte telah menjadi sekumpulan gunung es.

Dari gambar satelit dan suhu udara yang lebih tinggi yang tercatat di wilayah tersebut terlihat jelas dari sejumlah besar kolam lelehan yang berada di atas lapisan es. Kehadiran air cair seringkali menjadi masalah bagi platform es.

Jika lelehan air mengisi celah-celah, ini dapat membantu untuk membuka bongkahan. Air akan menekan retakan, mendorongnya ke dasar bongkahan dalam proses yang dikenal sebagai hidrofrakturing. Peristiwa ini akan melemahkan lapisan es.

Ahli kelautan juga telah mendokumentasikan suhu laut yang lebih hangat yang berarti lapisan es hampir pasti juga mencair dari bawah.

"79N menjadi 'lapisan es Arktik terbesar yang tersisa' baru-baru ini, setelah Petermann Glacier di barat laut Greenland kehilangan banyak area pada tahun 2010 dan 2012," kata Prof Jason Box dari Survei Geologi Denmark dan Greenland (GEUS).

Yang membuat 79N begitu penting adalah caranya melekat pada lapisan es interior. Itu berarti bahwa suatu hari, jika iklim menghangat seperti perkirakan, wilayah ini mungkin akan menjadi salah satu pusat aksi utama untuk degradasi Greenland.

Aliran Es Greenland Timur Laut mengalirkan sekitar 15 persen dari lapisan es interior. Aliran tersebut mengalirkan esnya ke N79 atau anggota glasial tepat di selatan, Zachariae Isstrom. Zachariae telah kehilangan sebagian besar area bongkahan es terapung.

Prof Box mengatakan N79 bisa bertahan lebih lama karena ditempatkan tepat di ujung depan oleh beberapa pulau. Ini memberikan tingkat stabilitas. Sayangnya,  bongkahan itu terus menipis.

"Ini kemungkinan besar akan menyebabkan N79 hancur dari tengah, yang cukup unik. Saya rasa, bagaimanapun, itu tidak akan terjadi selama 10 atau 20 tahun lagi. Siapa yang tahu?"  katanya.

Laju cepat pencairan di Greenland digarisbawahi dalam sebuah penelitian bulan lalu yang menganalisis data dari satelit Grace-FO AS-Jerman. Pesawat ruang angkasa ini mampu melacak perubahan massa es dengan merasakan pergeseran tarikan gravitasi lokal.

Misi Grace menemukan tahun 2019 sebagai tahun yang memecahkan rekor, dengan lapisan es menumpahkan sekitar 530 miliar ton. Air lelehan yang cukup mengalir dari daratan ke laut untuk menaikkan permukaan laut global sebesar 1,5 mm.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement