Sabtu 26 Sep 2020 09:03 WIB

Kucing-kucingan dengan Pangdam

Pangdam Pattimura marah karena saya menuliskan istilah Pangdam Ngumpet.

Red: Karta Raharja Ucu
Harun Husein
Foto: Republika/Daan Yahya
Harun Husein

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Harun Husein

"Ambon Jadi Kota Mati; Lima TNI Dibunuh, Pangdam Bersembunyi". Itulah judul berita yang menjadi halaman muka Republika pada Rabu, 29 Desember 1999. Berita yang membuat saya akhirnya terlibat kucing-kucingan dengan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XIV/Pattimura, Brigadir Jenderal Max Markus Tamaela. Cerita yang membuat saya dan teman-teman sesama jurnalis di Ambon selalu tertawa geli bila mengingatnya.

Baca Juga

Hari itu, Selasa, 28 Desember 1999, suasana Ambon dan daerah-daerah lainnya di sekitarnya benar-benar diselimuti asap, suara ledakan, teriakan, tangisan, dan ketegangan. Kerusuhan ini merupakan fase keempat. Tiga fase lainnya adalah Januari, Juli, dan September. Pada Desember itu api kerusuhan merambat dari Pulau Buru memasuki Pulau Seram, Maluku Utara, juga Ambon.

Namun hari itu suatu situasi di Ambon agak berbeda dibandingkan kerusuhan fase-fase sebelumnya. Para prajurit TNI dari Kodam Pattimura, juga berhamburan mencari selamat. Bunyi bom bersahut-sahutan dari arah Jalan Diponegoro di kawasan Urimessing, tempat kantor Kodam berdiri.