Kamis 17 Sep 2020 21:25 WIB

Gudeg Yogyakarta Dipasarkan Daring di Tengah Pandemi

Pengusaha gudeg memilih memasarkan produk secara daring agar bisa bertahan.

Para produsen gudeg di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memilih memaksimalkan penjualan secara daring (Foto: ilustrasi penjual gudeg)
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Para produsen gudeg di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memilih memaksimalkan penjualan secara daring (Foto: ilustrasi penjual gudeg)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Para produsen gudeg di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memilih memaksimalkan penjualan secara daring. Hal itu dilakukan untuk bertahan di masa pandemi.

"Hampir semua produsen gudeg di Yogyakarta mulai menjual secara daring," kata Wakil Ketua Asosiasi Penjual Gudeg (Aspeg) DIY Chandra Setiawan Kusuma di Yogyakarta, Kamis (17/9).

Baca Juga

Menurut Chandra, penjualan secara daring mau tidak mau harus dipilih sebagian besar produsen gudeg di DIY. Pasalnya, pembelian secara konvensional di rumah makan atau warung mengalami penurunan drastis sejak awal pandemi.

"Gudeg ini 75 persen peminatnya adalah wisatawan. Kalau pariwisata turun ya penjualan kami juga ikut turun," kata pemilik Warung Gudeg Bu Lis ini.

Untuk menjual secara daring, sebagian produsen mulai mengemas kuliner berbahan dasar nangka ini dalam bentuk kaleng. Dengan demikian, gudeg bisa bertahan lebih lama hingga satu tahun.

"Kalau pembelian dengan jasa pesan antar di area Yogyakarta masih bisa dalam bentuk kendil atau besek lengkap dengan nasi," kata dia.

Menurut dia, 25 persen dari anggota Aspeg DIY yang berjumlah 40 produsen telah mengalengkan gudeg dengan aneka olahan yang bervariasi. Mulai dari gudeg nangka, gudeg manggar, hingga gudeg kepala dan ceker ayam.

"Untuk pemesanan kebanyakan justru dari luar kota, bahkan Jakarta," kata dia.

Pemilik Warung Gudeg Yu Djum di Jalan Wijilan, Kota Yogyakarta, Eni Hartono, mengaku terbantu dengan penjualan secara daring dalam bentuk kemasan kaleng. Meski begitu, kata dia, belum signifikan mendongkrak bisnis kulinernya. Kendati dijual dalam bentuk kemasan kaleng, Eni mengaku harus tetap mempertahankan cita rasa olahan gudegnya dengan standar mutu bahan baku yang telah digunakan secara turun temurun.

"Tapi ini cukup membantu karena yang datang langsung (di rumah makan) kadang ada, kadang sepi. Apalagi DKI Jakarta mulai PSBB lagi," kata dia yang menjual gudeg kemasan kaleng mulai Rp 40 ribu hingga Rp 45 ribu ini.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement