Jumat 18 Sep 2020 18:45 WIB

Dari Batok Kelapa Menjadi Pestisida

Mahasiswa UB ubah limbah batok kelapa menjadi pestisida

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Kemasan produk pestisida dari limbah batok kelapa.
Foto: Dok. Humas Universitas Brawijaya
Kemasan produk pestisida dari limbah batok kelapa.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ide menciptakan inovasi dapat hadir dari berbagai hal di lingkungan sekitar. Hal ini termasuk mengubah limbah batok kelapa menjadi pestisida.

Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), Universitas Brawijaya (UB), Wakhidatul Fitriyah bersama timnya mengaku sengaja memilih limbah batok kelapa di Desa Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jatim. Wilayah ini dikenal dengan lahan pertanian yang luas.

"Wilayah ini juga jumlah pohon kelapanya melimpah," ucapnya.

Limbah batok kelapa di Desa Sutojayan mencapai 15 ton per tahun. Namun sebagian masyarakat hanya memanfaatkan sebagai kerajinan tangan dan bahan bakar gamping. Lalu sisanya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Menurut Wakhidatul, batok kelapa memiliki banyak kandungan yang tepat menjadi pestisida. Kandungan-kandungan tersebut antara lain lignin, selulosa, hemiselulosa dan sumber karbon. Zat-zat tersebut dinilai dapat dijadikan bahan baku pembuatan asap cair.

Untuk memberikan pemahaman terhadap pembuatan asap cair, Wakhidatul bersama Maulana A'inul Yaqin, Bakti Pertiwi Purnama Sari, Yohana Christine Tiurma Manurung, dan Muhammad Usman Sihab melakukan program sosialisasi dan pelatihan secara bertahap kepada warga Desa Sutojayan. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini bertujuan menangani masalah limbah organik. "Khususnya batok kelapa di Desa Sutojayan," ungkapnya.

Program pelatihan yang dinamakan LIKE-TOK tersebut bertujuan memberikan edukasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam memproduksi asap cair. Termasuk pada produk samping berupa briket untuk meningkatkan dan memberdayakan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, program ini juga dapat menciptakan kelompok tani yang mandiri.

Di dalam sosialisasi, tim memaparkan cara membuat pestisida cair dari batok kelapa yang sudah kering. Prosesnya dilakukan dengan alat pirolisis. Alat ini membantu proses pembakaran batok kelapa dengan suhu kurang lebih 400 derajat celcius selama tiga sampai enam jam.

Setelah proses pembakaran, maka akan terjadi tahap penyulingan atau destilasi. Selanjutnya, bahan berada di fase proses pengembunan atau kondensasi. "Lalu terbentuklah asap cair. Asap cair ini nantinya akan digunakan untuk bahan pestisida," jelasnya.

Wakhidatul berharap, program LIKE-TOK dapat membantu mengurangi limbah batok kelapa setidaknya 98,8 persen setiap bulan. Kemudian juga membantu meningkatkan perekonomian warga setempat. Salah satunya dengan menargetkan penjualan produk pestisida asap cair dan pupuk karbon Rp 5.519.900 per bulan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement