Jumat 25 Sep 2020 06:46 WIB

Quo Vadis Kuttab?

Ketika menyebut kuttab, maka otomatis itu adalah lembaga pendidikan Islam.

Suasana acara santri di salah satu pesantren di Semarang. Ketika menyebut kuttab, maka otomatis itu adalah lembaga pendidikan Islam.
Foto: Dok BMH
Suasana acara santri di salah satu pesantren di Semarang. Ketika menyebut kuttab, maka otomatis itu adalah lembaga pendidikan Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Aji Sofanudin*

Sejak lama pendidikan Islam di Indonesia hanya mengenal tiga institusi pendidikan, yaitu pesantren, madrasah, dan sekolah Islam dengan beragam varian dan regulasinya. Belakangan ini muncul lembaga pendidikan Islam yang diberi nama kuttab.

Eksistensi kuttab ini belum banyak diulas dalam konteks kajian pendidikan Islam. Bahkan, pemerintah cq Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak dan/atau belum memiliki data resmi tentang jumlah kuttab yang ada.

Padahal, secara faktual kuttab telah banyak bermunculan. Kuttab Al-Fatih, sebagai contoh sudah memiliki 33 cabang di Indonesia. Belum lagi, kuttab-kuttab yang lain yang memiliki nama berbeda-beda.

Di Jawa Tengah telah muncul banyak kuttab. Antara lain, Kuttab Al-Fatih di Kota Semarang, Purwokerto, dan Kabupaten Tegal; Kuttab Al-Jazary di Surakarta; Kuttab Harun Al-Rasyid di Surakarta; Kuttab Ibnu Abbas di Klaten dan Surakarta; serta Kuttab Al-Ayyubi di Kendal.

Eksistensi kuttab sebagian memiliki izin operasional sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) di bawah dinas pendidikan. Ada pula yang memiliki izin operasional sebagai pendidikan kesetaraan tingkat ula di bawah Kementerian Agama. 

Namun, sebagian besar lagi belum atau tidak memiliki izin operasional. Ada sinyalemen justru ‘daya tarik’ kuttab ketika dia tidak berizin.

Lembaga Pendidikan Anak

Istilah kuttab berasal dari kata taktib yang berarti mengajarkan menulis. Ada pula yang mengatakan bahwa kuttab atau maktab berasal dari kata kataba yang bermakna menulis atau tempat menulis.

Jadi kataba ialah tempat belajar menulis. Sedangkan kuttab atau katib berarti penulis. 

Dalam penggunaan bahasa Arab modern yang umum, kuttab berdekatan dengan kata maktab yang berarti kantor. Sementara maktabah berarti perpustakaan atau tempat belajar. Sedangkan kuttāb adalah kata jamak yang berarti buku. Lembaga pendidikan ini hanya berupa tempat belajar baca tulis untuk anak-anak. 

Pada perkembangannya, nama kuttab dipakai dalam menyebutkan tempat untuk mengajari Alquran untuk anak-anak. Lembaga pendidikan Alquran ini sebagai lembaga yang efektif bagi anak-anak (Muspiroh, 2019).

Kuttab merupakan lembaga pendidikan dasar yang dulu pernah ada. Dalam konteks sekarang setingkat TK/RA dan SD/MI. 

Jika ditelisik lebih jauh, kuttab muncul pertama kali di zaman Nabi. Kemudian menyebar ke berbagai negara seiring dengan penyebaran Islam.

Kuttab adalah tempat utama di dunia Islam untuk mengajari anak-anak. Keberadaannya begitu agung dalam kehidupan masyarakat Islam. Karena kuttab adalah tempat anak-anak belajar Alquran yang begitu mulianya dalam syariat Islam (Ashari dan Sembodo, 2012: 13).

Kuttab diyakini sebagai lembaga pendidikan asli Islam. Analoginya, ketika ada RSI (Rumah Sakit Islam) berarti memang rumah sakit itu sendiri bukan Islam, sehingga perlu ditambah “I”. 

Demikian juga ketika ada bank Islam, berarti memang bank itu bukan Islam. Termasuk juga ketika ada sekolah Islam, memang sekolah itu sendiri bukan Islam. 

Berbeda ketika kita menyebut “kuttab”, maka otomatis itu adalah lembaga pendidikan Islam. Demikian argumentasi yang digunakan untuk meneguhkan urgensi kuttab era sekarang ini.

Pandangan Khilafah

Namun, ada hal yang perlu diperhatikan terhadap eksistensi kuttab ini. Hasil kajian Sofanudin, dkk (2019) dari Balitbang Agama Semarang menunjukkan bahwa Kuttab Al-Fatih (KAF) merupakan lembaga pendidikan yang didirikan atas dasar keyakinan iman. Pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih banyak bersifat dogmatis. 

Materi dalam pembelajaran di kuttab bukan sesuatu yang utama. Penanaman nilai-nilai keimanan merupakan sesuatu yang penting.

Idealisme KAF adalah lahirnya generasi layaknya Muhammad Al-Fatih yang mampu menembus benteng Konstantinopel. Keyakinan penuh pendiri KAF adalah menciptakan generasi penegak khilafah di atas manhaj (kaidah atau ketentuan) kenabian. 

Hal ini didasarkan atas hadits riwayat Ahmad menyebutkan ada lima urutan zaman yang akan dilalui kaum Muslimin dan manusia, yaitu (1) fase nubuwah, (2) fase khilafah di atas manhaj nubuwwah, (3) fase kerajaan menggigit, (4) fase gerakan diktator, dan (5) fase khilafah di atas manhaj nubuwwah (Ashari dan Sembodo, 2012).

Kuttab merupakan instrumen untuk mencetak generasi unggul. Dengan cara meniru (copy paste) praktik pendidikan yang telah terbukti menghasilkan generasi hebat zaman keemasan Islam dengan visi gemilang di usia belia. 

KAF sendiri berideologi konservatif-fundamentalis-religius. Konservatif karena ingin menghidupkan kembali sesuatu yang pernah ada dengan cara fundamental (langsung pada pokoknya). 

Salah satu yang pernah ada adalah konsep negara agama (teokrasi). Cara pandang “integrasi” agama-negara ini tentu saja tidak sesuai dengan Pancasila.

Namun pandangan khilafah di atas manhaj nubuwwah tidak relevan dengan pandangan sekarang ini. 

Meskipun bukan negara agama, Indonesia lebih tepat disebut sebagai negara beragama. Negara yang memberikan ruang yang luas kepada agama. Agama menjadi spirit dan inspirasi untuk memajukan bangsa.

Indonesia adalah negara yang menjamin setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah menurut keyakinannya. Wallahu a'lam.

*Penulis adalah peneliti pada Lembaga Kajian Masalah Umat dan Sosial (L@KMUS) Jawa Tengah

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement