REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Masih ada cara untuk menyelamatkan industri otomotif nasional agar tidak terjerembab lebih dalam. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut cara yang dimaksud adalah menghapus pengenaan pajak terhadap kendaraan baru yang besarannya sekitar 40 persen dari harga mobil.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sejauh ini telah mengusulkan relaksasi pajak pembelian kendaraan baru atau pemangkasan pajak kendaraan bermotor (PKB) kepada Kementerian Keuangan. Tujuannya adalah untuk menggairahkan kembali pasar industri otomotif yang kini jatuh tertimpa Covid-19.
Pengamat otomotif, Bebin Juana, menilai, usulan ini merupakan terobosan yang cukup penting dalam memberikan stimulan bagi pasar. "Ini memang hal yang dilematis, tapi cara ini juga salah satu upaya penting untuk memberi stimulan dan menyelamatkan industri otomotif nasional," kata Bebin, pekan ini,
Jika usulan bisa direalisasikan, maka otomatis publik dapat membeli kendaraan dengan harga yang jauh lebih murah. Diperkirakan terpangkas bisa sampai 40 persen. Hasilnya, angka penjualan kendaraan secara akumulasi akan meningkat dan membuat pelaku industri ini dapat sedikit menikmati angin segar.
Meskipun kebijakan ini membuat negara harus rela untuk sementara kehilangan pendapatan pajak, namun, Bebin melihat, jika direalisasikan, maka, untuk pertama kalinya pemerintah memberikan kelonggaran pajak dalam transaksi pembelian kendaraan.
"Dalam kondisi ini, mungkin negara harus mengalah sejenak agar masyarakat mampu menjangkau harga jual kendaraan, dan industri dapat melewati masa-masa sulit ini," ujarnya.
Usulan soal relaksasi pajak kendaraan itu sebelumnya disampaikan oleh Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. Dia mengungkapkan bahwa rencana ini telah disampaikan kepada Kemenkeu.
Agus yakin, dengan relaksasi pajak yang diusulkan untuk dilakukan hingga Desember 2020 itu, nantinya mampu berperan dalam mendongkrak daya beli masyarakat. "Relaksasi ini bisa meningkatkan daya beli dan sekaligus membantu pertumbuhan industri manufaktur di bidang otomotif," kata Agus.
Menurutnya, usulan ini dilatarbelakangi oleh tekanan yang dialami industri otomotif pada semester pertama 2020. Pandemi yang mulai menerjang Maret 2020, terbukti membuat penjualan kendaraan langsung tiarap.
“Oleh karena itu, kami berharap relaksasi pajak ini dapat segera dijalankan agar bisa memacu kinerja industri otomotif di Tanah Air dan pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Menteri menilai, strategi ini cukup penting, mengingat industri otomotif merupakan salah satu sektor terpenting untuk perekonomian nasional, baik dari aspek capaian nilai investasi maupun sisi transaksi ekspor.
Soal rincian pajak, setiap pembelian kendaraan baru harus disertai dengan sejumlah biaya untuk kas pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ubahan status off the road jadi on the road itu sendiri dilakukan lewat pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak kendaraan bermotor (PKB), dan biaya balik nama (BBN).
Artinya, dari harga on the road sebuah kendaraan, sekitar 40 persennya merupakan biaya-biaya yang harus disetorkan kepada pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk pajak.
Melihat perkembangan ini, Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi pun berharap agar usulan itu dapat segera direalisasikan. "Semoga kebijakan ini bisa segera diterapkan pada kuartal empat 2020. Sehingga, masyarakat dan industri dapat menikmati stimulan ini pada Oktober hingga Desember," kata Nangoi.
Ia yakin, jika relaksasi pajak dapat berjalan, maka akan berdampak masif pada sejumlah industri lainnya, seperti leasing, sparepart, dan asuransi. Rencana ini pun dinilai mampu memberikan angin segar setelah industri kembali berpotensi mengalami tekanan akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua di DKI Jakarta.
sumber:khoirul azwar