Jumat 25 Sep 2020 12:17 WIB

Studi: Herd Immunity tak Praktis untuk Tangani Covid-19

Strategi herd immunity untuk penanganan pandemi Covid-19 punya banyak risiko.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Sejumlah orang dengan memakai masker wajah untuk mencegah Covid-19 berjalan di pusat kota Barcelona, Spanyol, Rabu, (23/9). Saat ini Spanyol sedang berjuang untuk menahan gelombang kedua Covid-19 yang telah menewaskan sedikitnya 30 ribu orang menurut kementerian kesehatan Spanyol.
Foto: Foto AP / Emilio Morenatti
Sejumlah orang dengan memakai masker wajah untuk mencegah Covid-19 berjalan di pusat kota Barcelona, Spanyol, Rabu, (23/9). Saat ini Spanyol sedang berjuang untuk menahan gelombang kedua Covid-19 yang telah menewaskan sedikitnya 30 ribu orang menurut kementerian kesehatan Spanyol.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Sebuah studi menemukan bahwa usaha mencapai herd immunity (kekebalan komunitas) terhadap Covid-19 adalah strategi kesehatan masyarakat yang tak praktis. Apalagi, imunitas tidaklah sempurna dan adanya paparan luas di masyarakat tentu sangat tak diinginkan.

Kesimpulan itu didapat dari hasil studi yang menyelidiki pendekatan penekanan dan mitigasi untuk mengendalikan penyebaran SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19. Studi tersebut diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Baca Juga

"Konsep kekebalan komunitas menggiurkan karena ini merupakan akhir dari ancaman Covid-19," kata pemimpin penulis studi dari University of Georgia di AS, Toby Brett.

Namun, menurut Brett, karena pendekatan itu bertujuan menghindari eliminasi penyakit, maka perlu penyesuaikan konstan dari kebijakan pembatasan sosial untuk memastikan cukup banyak orang yang terinfeksi pada titik tertentu. Tim peneliti berusaha menentukan apakah dan bagaimana negara dapat mencapai kekebalan kelompok, tanpa membebani sistem perawatan kesehatan secara berlebihan?

Peneliti mengambangkan model penularan penyakit bertingkat usia untuk mensimulasikan penularan SARS-CoV-2 di Inggris, dengan penyebaran dikendalikan isolasi dari individu yang bergelaja dan berbagai tingkat jarak sosial. Simulasi itu menemukan, jika tidak ada tindakan pengendalian apa pun, Inggris akan mengalami sebanyak 410 ribu kematian terkait Covid-19, dengan 350 ribu berasal dari individu berusia di atas 60 tahun.

Kemudian, peneliti menemukan bahwa dengan menggunakan strategi penekanan, kematian diperkirakan jauh lebih sedikit, yakni 62 ribu individu berusia di atas 60 tahun dan 43 ribu berusia di bawah 60 tahun. Jika keterlibatan isolasi diri tinggi (didefinisikan sebagai pengurangan setidaknya 70 persen dalam penularan), penekanan dapat dicapai dalam dua bulan terlepas dari tindakan jarak sosial.

Bahkan, kondisi itu berpotensi lebih cepat jika sekolah, tempat kerja, dan pertemuan sosial tetap tutup. Untuk mencapai kekebalan kawanan, Inggris Raya perlu menyesuaikan tingkat jarak sosial secara real time untuk memastikan bahwa jumlah orang yang sakit setara dengan ketersediaan rumah sakit.

"Jika virus menyebar terlalu cepat, rumah sakit akan kewalahan, tapi jika menyebar terlalu lambat, epidemi akan ditekan tanpa mencapai kekebalan kelompok," ujar penelitian itu.

Tim peneliti mencatat bahwa banyak yang tidak diketahui tentang sifat, durasi, dan efektivitas kekebalan Covid-19. Tim memperingatkan bahwa jika kekebalan tidak sempurna, maka ada kemungkinan besar untuk terinfeksi ulang. Karena itu, sangat tidak mungkin mencapai kekebalan kelompok melalui papran yang luas.

"Kami menyadari masih banyak yang harus dipelajari tentang penularan Covid-19 dan kekebalan," kata tim peneliti.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement