REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku mendapatkan pengaduan melalui aplikasi WhatsApp, Twitter dan Facebook terkait usulan perubahan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Usulan perubahan disampaikan karena kuota umum 5 GB dianggap kurang, sementara kuota belajar 30 GB berlebihan, bahkan berpotensi mubazir.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan para pengadu hanya menyampaikan agar keluhan dan usulan mereka di sampaikan kepada pengambil kebijakan di Kemdikbud. Jumlah pengadu mencapai 50 orang, per Jumat (25/9), terdiri dari siswa, guru dan orangtua yang melakukan pengaduan melalui media social.
"40 persen mereka yang mengadu minta bantuan kuota umum diperbesar," kata Retno melalui pers rilisnya, Sabtu (26/9).
Sebab, ungkap dia, kuota khusus aplikasi yang diberikan di luar kuota umum yang cukup besar, berpotensi tak terpakai akibat beberapa sekolah menerapkan sistem pembelajaran e-learning sendiri. Selain model pembejalajaran jarka jauh (PJJ), yang memakai aplikasi atau sistem e-learning lokal Retno juga mendapatkan keluhan dari siswa SMK, yang justru membutuhkan banyak paket internet untuk umum. Sebab dalam prakteknya siswa membutuhkan materi yang lebih mudah ditemukan di mesin pencarian.
KPAI juga meminta Kemdikbud mempertimbangkan pengalihan anggaran kuota yang tidak dipergunakan dapat dianggarkan untuk membantu perangkat IT siswa. Dimana sekolah mendapatkan bantuan gadget atau ipad yang dapat dipinjamkan kepada para siswa dan guru yang tidak memiliki alat daring untuk PJJ.
"Juga dapat membantu anak-anak dan guru di wilayah yang sulit sinyal dapat dibantu dengan puat sinyal atau wifi-wifi berbasis RT/RW," imbuhnya.