REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pasien dengan tingkat vitamin D yang cukup disebutkan lebih sedikit mengalami komplikasi dan meninggal karena Covid-19. Hal tersebut terungkap dari hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE.
Pasien Covid-19 rawat inap yang cukup vitamin D memiliki kekuatan yang signifikan untuk menurunkan risiko hasil klinis yang merugikan dan kematian. Dengan kadar 25-hidroksivitamin D dalam darah setidaknya 30 ng/mL, orang disebut cukup vitamin D.
Selain itu, mereka memiliki kadar penanda inflamasi dalam darah yang lebih rendah (protein C-reaktif) dan kadar limfosit dalam darah yang lebih tinggi. Limfosit merupakan sejenis sel kekebalan untuk membantu melawan infeksi.
"Studi ini memberikan bukti langsung bahwa kecukupan vitamin D dapat mengurangi komplikasi, termasuk badai sitokin (pelepasan terlalu banyak protein ke dalam darah terlalu cepat) dan akhirnya kematian akibat Covid-19," kata penulis studi Michael F Holick dari Boston University di AS, dilansir Times Now News, Ahad (27/9).
Untuk sampai pada temuan tersebut, peneliti mengambil sampel darah dari 235 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 guna mengukur status vitamin D (kadar serum terukur dari 25-hidroksivitamin D). Pasien-pasien ini dipantau hasil klinisnya, termasuk keparahan klinis infeksi, menjadi tidak sadar, mengalami kesulitan bernapas yang mengakibatkan hipoksia (tingkat oksigen rendah), dan kematian.
Darah juga dianalisis untuk penanda inflamasi (protein C-reaktif) dan jumlah limfosit. Para peneliti kemudian membandingkan semua parameter ini pada pasien yang kekurangan vitamin D dengan mereka yang cukup vitamin D.
Pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun, mereka mengamati bahwa pasien yang cukup vitamin D memiliki kemungkinan 51,5 persen lebih kecil untuk meninggal akibat infeksi dibandingkan dengan pasien yang kekurangan vitamin D. Holick meyakini bahwa kecukupan vitamin D membantu melawan konsekuensi dari terinfeksi, tidak hanya dengan virus corona tetapi juga virus lain yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan bagian atas, termasuk influenza.
"Ada kekhawatiran besar bahwa kombinasi infeksi influenza dan infeksi virus corona secara substansial dapat meningkatkan rawat inap dan kematian akibat komplikasi dari infeksi virus ini," kata Holick.
Awal bulan ini, penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open, mengungkapkan bahwa kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko terkena virus corona baru.