Kamis 01 Oct 2020 14:56 WIB

Deddy Mulyana: Sosial Media Ciptakan Keintiman Semu

Saat ini, situasi komunikasi dalam keadaan darurat digital.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Agus Yulianto
Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Deddy Mulyana saat mengisi Webinar Tantangan dan Transformasi  Komunikasi yang diadakan Universitas Andalas, Kamis (1/10).
Foto: Tangkapan layar zoom
Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Deddy Mulyana saat mengisi Webinar Tantangan dan Transformasi Komunikasi yang diadakan Universitas Andalas, Kamis (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Deddy Mulyana melihat perkembangan teknologi dan sosial media telah mengubah pola manusia dalam berkomunikasi. Saat ini, mayoritas warga terutama yang memiliki gadget, ikut memiliki sosial media. Dan yang paling populer atau menjadi raja sosial media masih Facebook.

Deddy menilai, komunikasi melalui sosial media seperti facebook telah menciptakan kedekatan semu dalam hubungan antar personal atau kelompok. Misalnya, seseorang yang merasa sudah sangat akrab di sosial media, belum tentu dapat memperlihatkan gelagat yang sama ketika bertemu langsung.

"Banyak kita lihat orang baru berteman beberapa hari, beberapa bulan di facebook, tapi seperti merasa sudah dekat sekali. Padahal tidak. Kalau mereka bertemu langsung, faktanya tidak akan seperti itu," kata Deddy saat mengisi Webinar Tantangan dan Transformasi Komunikasi yang diadakan Universitas Andalas, Kamis (1/10).

Alumnus Monash University, Melbourne, Australia itu menyebut walau manusia dimudahkan dalam berkomunikasi lewat sosial media, tetap saja ada hal-hal yang tidak dapat terkover oleh sosial media. Ketika antar individu atau kelompok berkomunikasi secara langsung, akan ada komunikasi verbal yang turut memberi 'bumbu' interaksi sehingga menjadi kuat. Sehingga orang yang merasa sudah akrab di sosial media tetap akan merasa canggung begitu bertemu langsung.

Deddy juga melihat postingan-postingan yang diunggah oleh pengguna akun sosial media juga sudah menyebabkan kesetaraan semu. Antar individu yang berkomunikasi lewat sosial media merasa mereka semua setara. Padahal di Indonesia, dalam berhubungan atau berkomunikasi, ada banyak hirarki yang harus diperhatikan. 

Seperti etika berkomunikasi antara yang lebih tua dengan yang lebih muda, komunikasi antara murid dan guru, pejabat dan masyarakat biasa dan lain-lain. Sementara sekarang komunikasi di sosial media seakan semua orang dapat setara. Sehingga banyak muncul postingan viral orang-orang yang sampai berani menghina presiden.

Deddy menyimpulkan, saat ini, situasi komunikasi dalam keadaan darurat digital. Di mana ada banyak aspek komunikasi jadi mengalami kemunduran karena kemudahan yang ditawarkan oleh sosial media.

"Medsos juga menciptakan iri hati dan ilusi. Hanya dengan melihat postingan-postingan orang lain. Kemudian akan baper kalau tidak ada yang like atau komen. Padahal, kalau secara langsung, kita mana butuh orang like atau tidak like," ucap Deddy.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement