REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Advisory Board Chairman School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia Gita Wirjawan berpendapat, kebijakan yang mengutamakan ekonomi dalam penanganan Covid-19 memang menggiurkan. Namun, ia menekankan, kesehatan tidak boleh diremehkan dan tetap harus menjadi prioritas dalam penanganan.
"Jika kesehatan tidak menjadi prioritas, kepastian untuk beraktivitas ekonomi berkelanjutan akan menjadi tantangan terbesar yang dihadapi negara," kata Gita dalam kuliah pembuka tahun akademik 2020/2021 Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) secara daring, Jumat (2/10).
Ia menuturkan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan tiga guncangan yang dialami masyarakat. Pertama, guncangan gaya hidup dari komunal menjadi non-komunal, termasuk beralih dari kegiatan fisik ke digital.
Kedua, guncangan informasi karena kita menerima informasi dari banyak arah, dalam dan luar negeri, dan tidak semua informasi sinkron. Ketiga, guncangan kebijakan karena kebijakan berbagai tingkat pemerintah tidak selalu sinergis.
Gita menyarankan, negara harus melakukan pendekatan ilmiah dan pemberdayaan sains untuk merumuskan kebijakan dalam menghadapi pandemi. Peningkatan angka testing Covid-19 jadi wujud pendekatan ini sehingga tidak cuma didasari intuisi.
Pandemi, lanjut Gita, telah pula menekan aktivitas perdagangan Asia Tenggara. Meski beberapa negara melaporkan surplus perdagangan, harus dipahami surplus terjadi akibat penurunan impor yang lebih cepat dibanding penurunan ekspor.
Pandemi juga menyebabkan peningkatan proteksionisme dan menciptakan disrupsi dalam rantai pasokan dan pada akhirnya menurunkan volume perdagangan global," ujar Gita.
Rektor UII Prof Fathul Wahid menyampaikan, dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang dibutuhkan tidak cuma kebijakan tepat. Ia berpendapat, konsistensi dari pengawalan kebijakan-kebijakan di lapangan secara istiqomah sangat penting.
Saat ini, kata Fathul, baik menurut mereka yang menerima atau yang menyangkal adanya pandemi semua sudah merasakan dampaknya, termasuk ke sektor ekonomi. Sebab, pandemi Covid-19 memang sudah menjadi masalah lintas teritorial.
"Maka, penanganannya tidak mungkin efektif tanpa kerja sama antar aktor, lintas teritorial," kata Fathul.
Kuliah pembuka tahun akademik 2020/2021 Prodi HI UII merupakan acara penutup rangkaian penyambutan mahasiswa baru HI UII. Periode ini, HI UII telah menerima 307 mahasiswa baru yang lolos seleksi dari 3.539 pendaftar.
Ketua Prodi HI UII Hangga Fathana menambahkan, jumlah mahasiswa baru itu merupakan wujud kepercayaan yang besar dari masyarakat. Kepercayaan ini merupakan penyemangat bagi UII untuk terus meningkatkan kualitasnya.
"Guna mencetak sarjana hubungan internasional yang adaptif dan berdaya saing global," ujar Hangga.