REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bersama kepolisian telah membubarkan 48 kegiatan kampanye dalam satu pekan pertama masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Kampanye itu dibubarkan karena dinilai melanggar ketentuan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19.
"48 kegiatan kampanye yang dilanggar tersebut terjadi di 27 kabupaten/kota," ujar Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar dalam diskusi daring, Senin (5/10).
Fritz menyebutkan, beberapa daerah yang kegiatan kampanyenya dibubarkan antara lain, Bangli, Rejang Lebong, Sleman, Bungo, Sungai Penuh, Pemalang, Klaten, Mojokerto, Lamongan, Malang, Pesisisir Barat, Sumba Barat, Pasaman, Rokan, Dumai, Solok Selatan, Solok, Pasaman, Agam, Labuhan Batu Utara, serta Samosir.
Ia mengatakan, Bawaslu telah menerbitkan 70 peringatan tertulis kepada peserta pilkada yang melaksanakan kampanye tanpa mematuhi aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Peringatan tertulis disampaikan jika saran dan perbaikan dari Bawaslu tak diindahkan.
Kemudian, apabila setelah satu jam peringatan tertulis dikeluarkan tetapi kegiatan kampanye masih belum juga menerapkan protokol kesehatan maka Bawaslu dan kepolisian berwenang melakukan pembubaran. Sanksi ini diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang pilkada kala pandemi Covid-19.
"Satu jam misalnya melakukan kerumunan, dilihat tidak diindahkan, maka akan dilakukan pembubaran bersama dengan kepolisian," kata Fritz.
Potensi pelanggaran protokol kesehatan terjadi karena kampanye tatap muka masih dimungkinkan, meskipun dengan aturan protokol kesehatan dan pembatasan. Kegiatan kampanye yang bersifat pertemuan fisik diikuti maksimal 50 orang, seluruh peserta menggunakan masker, menjaga jarak minimal satu meter, dan dilakukan di tempat yang menyediakan sarana sanitasi.
Pertemuan tatap muka hanya bisa digelar jika pasangan calon atau tim kampanye telah mengantongi surat tanda terima pemberitahuan (STTP) kampanye dari kepolisian. Komponen-komponen itulah yang dapat memutuskan terjadi pelanggaran protokol kesehatan atau tidak.
"Artinya ada empat komponen yang harus kita lihat apakah melanggar atau tidak melanggar protokol kesehatan. Jadi pada saat salah satu daripada itu tidak ada, maka itu telah dianggap melanggar protokol kesehatan," kata Fritz.
Di sisi lain, lanjut Fritz, ada sejumlah kegiatan lain yang sebenarnya tidak masuk dalam kategori kampanye, tetapi berpotensi mengumpulkan massa. Misalnya, olahraga bersama warga, makan siang bersama, hingga pembagian alat peraga kampanye.
Bawaslu pun melakukan pengawasan terhadap kegiatan paslon yang juga berpotensi terjadi kerumunan massa dan melanggar protokol kesehatan. "Meskipun ada di beberapa daerah mungkin paslon yang mengatakan, loh kami ini kan bukan kampanye, kami cuma olahraga kok, kami cuma makan siang kok, kami cuma melakukan membagikan alat peraga kampanye atau bahan kampanye," kata Fritz.
Ia menambahkan, pihaknya membentuk kelompok kerja (pokja) Covid-19 di setiap daerah yang menyelenggarakan pilkada untuk mencegah terjadinya pelanggaran protokol kesehatan selama Pilkada 2020. Pokja itu dibentuk Bawaslu bersama kepolisian, TNI, satuan tugas penanganan Covid-19, dan Satpol PP.