REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Israr Itah*
Awal pekan ini pecinta sepak bola, khusunya Liga Primer Inggris disuguhkan dua pertandingan dengan hasil mencengangkan. Pertama saat Manchester United (MU) dipermak Tottenham Hotspur 6-1 di Old Trafford pada Ahad (4/10). Hanya berselang jam, pada Senin (5/10) dini hari WIB, hasil menakjubkan lainnya tercipta. Kali ini sang juara bertahan Liverpool dibekap oleh Aston Villa dengan skor 2-7.
Saya percaya, tak ada yang berani memprediksi dua hasil ini. Okelah, selalu ada peluang MU dan Liverpool terjungkal pada laga-laga tersebut, tapi tidak dengan skor memalukan seperti di atas. Seperti biasa, jagat media sosial riuh. Meme kocak bermunculan. Apalagi kalau bukan untuk merisak pendukung Liverpool dan MU yang kebetulan dua musuh bebuyutan. Katanya, kali pertama dalam sejarah, fan MU dan Liverpool berdamai dan saling menguatkan.
Saya tak akan membahas panjang lebar Liverpool. Saya menilai Liverpool hanya apes. Ada kesalahan kecil dalam cara the Reds menerapkan garis pertahanan tinggi yang berhasil diekploitasi Villa. Namun semua tak akan berjalan semudah itu tanpa blunder kiper Adrian, yang menjadi starter karena Alisson yang cedera. Adrian yang tak dalam posisi sangat tertekan salah mengoper bola yang berujung gol pembuka Villa. Kemudian, Villa sangat bersahabat dengan Dewi Fortuna di Villa Park pada malam itu. Tiga dari tujuh gol yang mereka cetak ke gawang Liverpool karena bola tendangan yang berubah arah mengecoh Adrian. Keberuntungan Villa versi terbalik nasib apes Brighton and Hove Albion yang kalah 2-3 dari MU dua pekan lalu, setelah lima percobaan mereka mengenai tiang atau mistar gawang.
Kalu ini, saya lebih menyoroti kekalahan memalukan MU. Bagi saya, ini hanya tinggal menunggu waktu. Sebab sejak pekan pertama Marcus Rashford dkk tak menunjukkan kelas sebagai tim penantang juara Liga Primer musim 2020/21. MU digebuk Crystal Palace 1-3. Walau ada hukuman penalti untuk MU pada gol kedua Palace yang disoal keabsahannya, secara permainan Setan Merah tak punya gereget. MU tumpul dalam aspek menuntaskan serangan menjadi gol. Permainan buruk MU berulang saat melawan Brighton sepekan kemudian. Kali ini Setan Merah beruntung menang berkat gol penalti menit kesepuluh injury time laga. Pelatih MU Ole Gunnar Solskjaer bahkan mengakui timnya tak layak menang. Ia berjanji memperbaiki timnya. Namun sayangnya, MU justru kemudian dipermak Tottenham di kandang sendiri. Benar, dikeluarkannya Anthony Martial pada babak pertama berpengaruh terhadap permainan MU. Namun ini tak menghapus fakta Setan Merah kepayahan meredam agresivitas Tottenham. Solskjaer pun seolah tak punya rencana cadangan yang matang mengubah permainan dalam kondisi hanya bermain dengan 10 orang.
Fakta buruknya permainan MU di liga dikaburkan oleh hasil postif di Piala Liga Inggris. MU mengalahkan Luton Town dan Brighton dengan skor 3-0. Padahal alarm sudah berbunyi jauh-jauh hari dengan penampilan di liga.
Akhir bulan lalu, mantan pemain MU yang kini menjadi pundit Sky Sports, Patrice Evra, sudah menyuarakan keprihatinannya. Ia meminta manajemen MU segera berubah dalam pendekatan transfer. Menurut mantan bek asal Prancis ini, MU hanya 'berisik' di gosip bursa transfer, tapi tidak dalam dunia nyata.
Evra memberi saran agar manajemen MU di bawah CEO Ed Woodward memberikan sentuhan kemanusiaan dalam pendekatan pemain, tidak sekadar mengirimkan negosiator dan pengacara. Evra menyadari zaman sudah berubah, tapi ia menilai pendekatan personal tetap diperlukan. Ia mengingat saat dulu pelatih legendaris MU Sir Alex Ferguson membujuknya langsung untuk bergabung ke Old Trafford. Fergie dibantu pendekatan dari CEO MU saat itu, David Gill. Keduanya membuat Evra tanpa ragu memutuskan bergabung ke MU dari AS Monaco pada 2006.
Di mata Evra, Woodward buruk dalam pendekatan terhadap pemain yang diincar. Alhasil, setiap musim fan MU hanya menyaksikan pemain yang datang merupakan opsi kedua atau ketiga dari incaran awal mereka. Ia memberikan contoh Dortmund mengalahkan MU dalam mendapatkan striker Norwegia Erling Haaland dan gelandang Inggris Jude Bellingham dari Birmingham City.
Dua pekan setelah pernyataan ini, kita melihat Evra berkaca-kaca di layar televisi karena tak mampu mengomentari aspek teknis permainan MU ketika kalah telak dari Tottenham. Peraih lima gelar juara Liga Primer dan satu Liga Champions bersama MU, justru curhat membahas mismanajemen yang terjadi pada mantan timnya. Menurut Evra, pelatihlah yang kemudian jadi korban saat hasil buruk terus menerus hadir.
Saya sangat setuju dengan pandangan Evra ini. Pada saat tim-tim lain berbenah sambil memburu pemain incaran, kita terus disuguhi gosip pendekatan MU kepada Jadon Sancho. Sampai akhirnya MU berpaling kepada striker veteran Edinson Cavani. Padahal Solskjaer selama ini identik dengan pemain-pemain muda. Pelatih asal Norwegia ini juga terang-terangan menyatakan ingin membangun MU dengan para pemain muda berkualitas. Namun dengan kegagalan pendekatan transfer, Solskjaer harus berjalan dengan rencana cadangan.
Termasuk mendatangkan Alex Telles dari Porto untuk memperkuat pertahanan.
Pemain yang baru datang pastinya butuh waktu beradaptasi. Dalam rentang waktu itu, Solskjaer harus bisa menemukan formula agar MU bisa segera bangkit dan tampil menggigit di lini depan serta makin solid di belakang. Sebab kritikan kepada lini depan MU kini juga merembet ke belakang. Bek tengah Hary Maguire yang dibeli dengan harga mahal dari Leicester City menjadi pesakitan karena kerap membuat kesalahan yang berujung hasil buruk MU.
Solskjaer harus berpacu dengan waktu karena para pesaingnya sudah berlari kencang. Everton menjanjikan dengan kedatangan Allan dan James Rodriguez. Tottenham makin menjadi ancaman setelah filosofi permainan yang diinginkan Mourinho makin diresapi para pemainnya. Kedatangan Sergio Reguilon terlihat membuat Tottenham makin dinamis. Belum lagi nanti jika Gareth Bale sudah pulih dan bisa merumput.
Chelsea sudah berburu pemain jauh-jauh hari sebelum musim bergulir. Walaupun Chelsea belum solid, setidaknya pelatih Frank Lampard punya waktu lebih banyak dari Solskjaer untuk bereksperimen dengan para pemain barunya. Masih ada Leicester City yang 'ngegas' sejak pekan pertama, termasuk mempermalukan Manchester City 5-2, sebelum dihentikan West Ham United akhir pekan lalu. Tentu saja tak boleh ketinggalan dua tim yang masih menjadi unggulan kuat, Liverpool dan Manchester City.
Sulit membayangkan MU mendapatkan hasil positif jika permainan mereka masih seperti itu, minim determinasi dan kerja sama apik saat menyerang dan tak kompak serta kerap buat blunder ketika bertahan. Selain bakal terseok-seok di liga, MU akan jadi bulan-bulanan di Liga Champions yang akan bergulir akhir bulan ini. Paris Saint-Germain dan RB Leipzig siap memangsa MU.
Semoga Solskjaer bisa menemukan solusi instan untuk permasalahan ini. Semoga juga para pemain baru MU bisa lekas beradaptasi dan membuat MU jadi tim yang kembali kompetitif. Jika ini terwujud, akan makin banyak laga berkelas yang memanjakan mata penggemar sepak bola terjadi di Liga Inggris dan Liga Champions. Patrice Evra pun akan bisa tersenyum.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id