REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heri Purnomo menyayangkan disepakatinya pasal 65 Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker). Ia memandang aturan itu menempatkan pendidikan sebagai komoditas perdagangan karena sektor pendidikan dilakukan melalui perizinan berusaha.
"Pendidikan bukan barang dagangan (komoditas), pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Jika negara melakukan pembiaran dalam bentuk prosedur pengurusan perizinan berusaha maka berpotensi menjadi komoditas," kata Heri pada Republika.co.id Selasa (6/10).
Heri memandang ketika pendidikan menjadi komoditas maka berpotensi menimbulkan pasar bebas pendidikan. Itu berarti anak-anak dari kalangan ekonomi mampu akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
"Sebaliknya bagi anak-anak dari kalangan yang tidak mampu, pendidikan yang mereka peroleh tentu tidak berkualitas karena tidak punya kemampuan melakukan pembiayaan," ujar Heri.
Heri khawatir bias kompetensi akan makin lebar sebagai akibat lolosnya pasal 65 RUU Ciptaker. Bias kompetensi akan menumbuhkan kelompok orang yang berkompetensi tinggi dan linier dengan tingkat kesejahteraan yang diperoleh.
"Sementara kelompok orang yang berkompetensi rendah, linier dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Tentunya efek problem sosial tidak semakin berkurang," ucap Heri.
Diketahui, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan. Dalam Pasal 26 yang memasukkan entitas Pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha; kemudian pasal 65 menjelaskan "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini." Ayat 2 nya mengatakan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Kemudian Pasal 1 (4) dalam UU ini, yang dimaksud 'Perizinan Berusaha' adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Ini berarti pendidikan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.