Rabu 07 Oct 2020 11:44 WIB

Ilmuwan Belum Bisa Jelaskan Pola Kasus Reinfeksi Covid-19

Tidak ada pola untuk reinfeksi dan sulit untuk memastikan adanya reinfeksi.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
virus corona (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
virus corona (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ahli memperkirakan pandemi Covid-19 baru akan berakhir pada akhir 2021, dengan asumsi vaksin dan perawatan baru berhasil. Virus mungkin tidak akan pernah hilang dan masyarakat perlu memakai masker wajah serta pedoman jarak sosial hingga tahun 2021. Bahkan bisa sampai setelah vaksin tersebar merata.

Hal itu disebabkan vaksin tidak akan 100 persen efektif dan tidak akan memblokir semua infeksi. Terlebih jika vaksin menawarkan perlindungan, tidak ada yang tahu berapa lama kekebalan tersebut bertahan.

Baca Juga

Kekebalan terhadap Covid-19 yang diperoleh melalui paparan virus masih jauh dari ideal. Dokter yang merawat pasien Covid-19 melaporkan adanya peningkatan jumlah reinfeksi dan mereka tidak dapat menjelaskan itu bisa terjadi begitu cepat setelah yang pertama.

Berdasarkan laporan dari beberapa pekan lalu yang menawarkan rincian reinfeksi Covid-19 pertama di dunia ditentukan dengan bantuan genetika. Satu-satunya cara untuk membuktikan seseorang terinfeksi dua kali adalah dengan mengurutkan genom virus, sebuah prosedur yang mungkin tidak tersedia secara luas.

 Seorang pria di Hong Kong terinfeksi kembali setelah kembali dari Eropa. Kasus Covid-19 keduanya lebih ringan daripada yang pertama. Ini menunjukkan adanya harapan bahwa sistem kekebalan mungkin lebih siap untuk melawan virus setelah terinfeksi ulang.

Sebuah laporan dari AS merinci kasus reinfeksi Covid-19 pertama yang diketahui di Amerika. Kali ini, pemuda yang terjangkit virus sebanyak dua kali mengalami penyakit yang jauh lebih serius. Secara terpisah, laporan dari Eropa menunjukkan bahwa infeksi ulang juga terjadi di wilayah tersebut.

Ini mengkhawatirkan sebab tidak ada jaminan berapa lama perlindungan akan bertahan. Beberapa pekan kemudian, dokter dari seluruh dunia telah menangani kasus reinfeksi dan mereka tidak dapat menjelaskannya.

Menurut The Guardian, baru-baru ini lebih banyak kasus reinfeksi dan banyak pula yang lebih parah daripada yang pertama. Jumlah keseluruhan infeksi ulang di seluruh dunia masih rendah, hanya dua lusin. Infeksi ulang tampaknya jarang terjadi, tetapi para ilmuwan memperingatkan tidak ada pola untuk reinfeksi dan sulit untuk memastikan adanya reinfeksi.

Pasien yang terinfeksi ulang mungkin tidak diketahui dan tidak dilaporkan, karena banyak negara masih menangani beban kasus Covid-19 yang besar. Gelombang kedua menghantam Eropa, sementara AS sedang menghadapi munculnya gelombang ketiga.

Pasien yang terinfeksi ulang tetapi tidak mengalami gejala mungkin tidak dapat didiagnosis untuk kedua kalinya. Tes genetik akan diperlukan untuk membuktikan infeksi ulang pada pasien yang mengalami gejala parah. Para ilmuwan masih mencoba memahami bagaimana sistem kekebalan bereaksi terhadap patogen dan mengapa beberapa orang mungkin rentan terinfeksi untuk kedua kalinya.

The Guardian merinci sebuah kasus dari India, di mana seorang perawat berusia 25 tahun terinfeksi kembali dua bulan setelah kasus Covid-19 pertamanya dan lebih parah selama kasus kedua. "Kekebalannya tidak cukup untuk melindunginya dari infeksi kedua yang lebih parah meskipun ada antibodi penawar," kata Prof. Jayanthi Shastri kepada The Guardian, dilansir dari bgr.com, Rabu (7/10).

Kekebalan paling lama bertahan sampai setahun. “Masalahnya adalah setiap kali ahli imunologi mengatakan sesuatu tentang kekebalan Covid-19 kepada jurnalis, itu benar selama sekitar dua pekan dan kemudian itu sepenuhnya salah,” ucap Profesor Imunologi dari Imperial College London, Danny Altmann.

Para ilmuwan memiliki beberapa teori tentang mengapa virus dapat menginfeksi beberapa orang untuk kedua kalinya. Satu gagasan adalah seseorang mungkin telah terpapar lebih banyak virus untuk kedua kalinya atau sudah merasa tidak enak badan karena hal lain.

Beberapa orang berpikir bahwa antibodi juga dapat merusak sistem kekebalan dan membantu virus menginfeksi kembali sel. Yang lebih menakutkan lagi adalah virus dapat membahayakan sel T pada beberapa pasien, sel kekebalan yang dapat mengingat dan membunuh patogen serta meningkatkan pembentukan antibodi.

Para ahli berharap untuk melihat lebih banyak infeksi ulang di musim gugur dan musim dingin. Tidak hanya virus ini menyebar dengan cepat di berbagai negara, tetapi waktu yang cukup telah berlalu sejak infeksi pertama untuk beberapa pasien.

"Saya pikir penting, secara menyeluruh, untuk menghilangkan mitos kekebalan. Saya memperingatkan orang-orang yang terinfeksi Covid-19 agar tidak berpikir mereka akan dilindungi selama gelombang kedua," kata Profesor Psikologi Sosial Universitas St Andrews, Stephen Reicher.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement