Kamis 08 Oct 2020 02:29 WIB

Guru Besar dan Ratusan Akademisi Tolak UU Ciptaker

Peran Pemerintah Daerah menjadi semakin kecil dan membuat pusat terlalu kuat.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah mahasiswa tiduran di depan gerbang dalam aksi mahasiswa menolak UU Omnibus Law, di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Dipenogoro, Kota Bandung, Rabu (7/10). Mereka mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja yang telah disahkan. Mahsiswa menilai UU ini hanya berorientasi pada keuntungan pengusaha semata.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Sejumlah mahasiswa tiduran di depan gerbang dalam aksi mahasiswa menolak UU Omnibus Law, di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Dipenogoro, Kota Bandung, Rabu (7/10). Mereka mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja yang telah disahkan. Mahsiswa menilai UU ini hanya berorientasi pada keuntungan pengusaha semata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan dari profesor, dekan, bersama ratusan akademisi menyatakan menolak UU Cipta Kerja. Guru Besar Universitas Padjadjaran, Profesor Susi Dwi Harijanti mengatakan banyak masalah terkait prosedur dan materi muatan UU ini.

"Biasanya DPR dan pemerintah lamban dalam membuat UU, bahkan UU yang jelas-jelas dibutuhkan rakyat malah ditunda pembahasannya. Kenapa UU Ciptaker yang dari prosedur dan materi banyak bermasalah, harus terburu-buru disahkan, bahkan sampai menyita waktu istirahat anggota dewan dan menteri-menteri, " kata Susi, dalam telekonferensi, Rabu (7/10).

UU Ciptaker sejak awal mendapatkan banyak kritik, namun Susi memandang pembuat UU bergeming. "Untuk siapa sebetulnya UU Ciptaker ini jika rakyat tidak didengarkan. Padahal UU itu adalah cara rakyat untuk menentukan bagaimana cara negara diatur dan diselenggarakan," kata dia lagi.

Salah satu hal yang disorotinya adalah UU Ciptaker melanggar konstitusi yakni Pasal 18 Ayat 5 UUD 1945 terkait Pemerintah Daerah dijalankan dengan otonomi seluas-luasnya kecuali terhadap yang sudah ditentukan sebagai kewenangan pusat. Menurut Susi, UU Ciptaker ini banyak menarik kewenangan ke pusat.

Peran Pemerintah Daerah menjadi semakin kecil dan membuat pusat terlalu kuat. Bahkan, dikhawatirkan pendapatan asli daerah bisa berkurang karena UU inisiatif dari pemerintah ini.

Selain itu, Susi juga menyoroti terkait hak-hak para buruh. Sebagaimana demonstrasi yang terjadi, ia memandang hak-hak buruh diambil alih dengan menyerahkan dengan peraturan perusahaan.

"Bagaimana relasi buruh dan perusahaan dapat adil, jika buruh diwajibkan mematuhi aturan perusahaan yang dibentuk oleh perusahaan?" kata dia lagi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement