REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 60 persen dari sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia adalah sampah organik atau sampah yang bisa terurai dan berasal dari hewan atau tumbuhan. Meski tampak tak bernilai, sampah organik sebenarnya bisa diolah untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
"Selain plastik, sampah organik juga bisa jadi masalah, karena volumenya lebih besar lagi," ujar CEO dan Presiden Direktur Re.juve Richard Anthony dalam peluncuran kampanye Re.juve Cares secara virtual.
Sebagai produsen cold-pressed juice, Re.juve juga menghasilkan sampah organik setiap harinya. Sampah organik ini berasal dari sisa sayur dan buah yang telah diolah menjadi cold-pressed juice.
Akan tetapi, sampah-sampah organik yang dihasilkan Re.juve tak berakhir sia-sia di tempat pembuangan sampah. Sebaliknya, Re.juve dan KOMPIS justru bekerjasama untuk mengolah sampah-sampah organik ini menjadi produk yang bernilai tinggi.
Dalam kerja sama ini, KOMPIS mengambil sampah organik dari pabrik Re.juve setiap hari. Sampah organik ini lalu dibawa ke fasilitas milik KOMPIS untuk dicacah dan difermentasi selama beberapa hari.
Setelah itu, sampah organik yang telah difermentasi dijadikan pakan untuk lalat jenis black soldier fly (BSF). Prepupa atau maggot yang dihasilkan oleh BSF ini bisa digunakan sebagai pakan ikan dan unggas.
Melalui cara ini, KOMPIS bisa menghasilkan 100 kilogram maggot per hari. Ada dua jenis maggot yang dihasilkan dari inovasi ini, yaitu maggot segar dan maggot yang telah dikeringkan.
Maggot segar bisa langsung dimanfaatkan sebagai pakan ikan oleh petani ikan. Sedangkan maggot kering dijual dalam kemasan dengan harga Rp 30 ribu per 150 gram.
"Kami sampai ekspor ke Eropa maggot-nya," jelas Pendiri KOMPIS Creative Solutions Emil R Kaburuan PhD.
Sisa sampah organik fermentasi yang tidak dimakan atau dikenal sebagai "kasgot" (bekas maggot) juga tetap memiliki nilai. Sisa-sisa ini bisa langsung diimplementasikan sebagai kompos.
Mengacu pada data Barilla Center for Food and Nutrition, Emil mengatakan Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia. Sampah organik memang dapat terurai. Tapi proses ini membutuhkan waktu.
"Selama waktu itu, ada banyak hal yang terjadi. Ini yang kami coba beri solusinya," timpal Emil.