REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid meminta semua pihak untuk menunjukkan kecintaannya kepada NKRI. Para pemimpin juga dituntut kenegarawannya. Perbedaan pendapat dan pandangan adalah hal yang wajar dalam demokrasi, tapi jangan menghambat pembangunan dan jangan sampai jatuh korban jiwa.
"Saya berharap semua pihak bisa menahan diri. Gunakanlah cara-cara yang beretika dan sesuai budaya Indonesia," kata Jazilul Fawaid usai Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada Gerakan Pemuda Ansor di Pandeglang, Kamis (8/10). Gus Jazil, sapaan Jazilul Fawaid, menanggapi aksi-aksi demo di berbagai kota yang berlangsung pada Kamis (8/10) terkait dengan UU Cipta Kerja. Aksi-aksi demo itu ada yang diikuti dengan pembakaran-pembakaran dan berujung rusuh.
Gus Jazil juga meminta aparat kepolisian untuk bertindak secara proporsional dalam menghadapi aksi demo itu. "Aparat kepolisian tidak boleh melampaui batas. Bertindaklah sesuai koridor hukum menghadapi aksi-aksi demo, jangan sampai bertindak di luar hukum. Tapi siapa yang melanggar harus didisiplinkan," ujarnya.
Menghadapi situasi yang memanas pasca disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU, Gus Jazil juga meminta kepada pemerintah untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat, tokoh buruh, tokoh mahasiswa untuk diajak berdialog dan bukan lewat pengadilan jalanan.
"Sebab, sekarang sedang pandemi. Semua orang harus menjaga kesehatan. Pasar (ekonomi) juga sedang resesi. Kalau situasinya memanas seperti ini yakinlah penderitaan rakyat semakin bertambah," tuturnya.
Gus Jazil meyakini ada aktor-aktor di belakang aksi-aksi demo itu. "Hanya bagaimana aparat kepolisian bisa mengungkapnya. Tidak mungkin kegiatan seperti itu tanpa aktor. Tapi pola seperti itu, yaitu pola adu domba di lapangan, pasti akan merugikan rakyat banyak," sebutnya.
Menurut Gus Jazil, setiap UU baik pada waktu pembahasan sampai pada saat pengesahan sering terjadi perselisihan dan perbedaan paham. "Perselisihan dan perbedaan itu harus produktif. Perbedaan adalah rahmat. Tapi jangan sampai perbedaan itu menjadi petaka," imbuhnya.
Gus Jazil tidak menginginkan terjadi tarik menarik dalam Omnibus Law sehingga terjadi perbedaan yang kuat di tengah masyarakat yang bisa menimbulkan perpecahan. "Ini sangat tidak produktif. Kalau mau ke jalur hukum, bisa ke MK. Kalau mau berdialog, berdialoglah dengan baik-baik. Inilah Pancasila. Permusyawaratan harus diiringi dengan hikmat kebijaksanaan. Tidak ada ngotot-ngototan. Semua bisa didialogkan. Jika ada ketidakpuasan terhadap Omnibus Law bisa didialogkan," jelasnya.
Persoalannya, lanjut Gus Jazil, muncul hoaks dan pihak-pihak yang menyatakan paling benar. Saya setuju Omnibus Law ada kekurangannya. Tapi ketidaksempurnaan ini jangan disikapi dengan perpecahan atau permusuhan. Bangsa ini bangsa yang berbudaya," katanya.