REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*
Kalau bisa sulit kenapa harus dipermudah, ungkapan itu rasanya cocok jika kita berbicara banyak hal di negeri ini. Termasuk urusan masker yang jadi salah satu alat utama pencegahan Covid-19.
Saya masih ingat, awal-awal pertama Covid-19 masuk ke Indonesia. Saat itu orang-orang dianjurkan memakai masker. Hal itu otomatis membuat masker medis harganya meroket berkali-kali lipat. Banyak oknum-oknum curang yang memanfaatkan hal ini dengan menimbunnya hingga harga semakin tak terkendali. Masker jadi barang langka dan mahal.
Saat itu, saya juga ingat komentar Menteri Kesehatan menanggapi langka dan mahalnya harga masker ini. BAHWA TIDAK SEMUA ORANG PERLU MENGGUNAKAN MASKER. Jika sehat, tak usah menggunakan masker katanya. Belakangan omongan Pak Menteri bagai bumerang, karena kini setiap orang sehat apalagi sakit wajib menggunakan masker.
Lalu, akibat corona yang terus berlanjut dan berdampak pada perekonomian, banyak pihak mulai mencari peluang pada bisnis masker ini. Muncullah masker-masker kain sebagai alternatif langkanya masker di pasaran. Termasuk produksi masker berbahan scuba yang juga marak. Harganya? Jelas jauh dari harga masker kapas dan masker medis yang melambung tinggi.
Kala itu, pemerintah mengatakan masker kain, termasuk scuba, cukup untuk mencegah penyebaran Covid-19. Makanya produsen masker kain pun kian marak. Ini membuat masker kain bisa dengan mudah dijumpai dalam berbagai bentuk dan kreasinya. Sekaligus jadi angin segar untuk beberapa industri yang terdampak pandemi. Seperti para penjahit pakaian atau desainer yang banyak beralih ke bisnis masker kain.
Namun apa daya, hampir 8 bulan sejak kali pertama corona datang ke Indonesia, nyatanya jumlah kasus kian meningkat bukannya menurun. Lagi-lagi masker tak luput jadi sasaran untuk disalahkan.
Kali ini masker kain dianggap kurang efektif menangkal penyebaran virus. Apalagi masker jenis scuba. Bahkan kini penggunaannya dilarang. Bisnis masker scuba pun terancam gulung tikar. Para penjual masker scuba kini harus gigit jari. Terlebih, ada lagi wacana yang menyatakan kini masker harus berlabel SNI.
Harga masker medis yang tadinya sudah mulai normal pun kembali meroket. Bahkan kini petugas keamanan punya pekerjaan tambahan, yaitu memeriksa setiap orang khususnya pengendara yang tak mengenakan masker atau pakai masker tak sesuai ketentuan pemerintah. Sanksi dan denda pun menanti pelanggar.
Padahal sebenarnya ada yang jauh lebih penting dari pada sekadar bicara soal bahan masker. Yaitu pemahaman yang BENAR soal masker oleh masyarakat. Masyarakat harus diedukasi dengan baik dan benar mengenai pentingnya masker dan manfaatnya untuk pengendalian Covid-19.
Cara edukasinya harus masif, lengkap dan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Masyarakat harus terlebih dahulu paham apa fungsi masker di masa pandemi Covid-19 ini. Masyarakat harus paham mengapa masker begitu penting dalam pengendalian penyebaran Covid-19. Ini yang semestinya jadi concern utama pemerintah.
Dari pada sibuk mengatur soal masker mana yang boleh atau tidak, yang sesuai atau tidak. Edukasi ini lebih mendesak semestinya dilakukan. Karena dengan edukasi yang benar ini masyarakat akan paham, dan dengan sendirinya akan sadar pentingnya menggunakan dan memilih masker yang benar.
Selama ini, edukasi dan kampanye terkait masker saya anggep "setengah-setengah" dan tak berkelanjutan, membuat masyarakat tidak paham penuh akan manfaat serta pentingnya penggunaan masker. Akhirnya, seperti halnya helm, masyarakat hanya menggunakannya sebagai formalitas. Biar nggak tertangkap aparat, biar tidak terjaring razia. Mereka mengenakan masker hanya sebagai bagian pemenuhan kewajiban.
Maka lihat saja, banyak yang mengenakan masker asal "nyantel". Tak sedikit yang maskernya akhirnya hanya jadi aksesoris. Digantung di leher. Diturunkan hingga dagu, atau hanya ditenteng-tenteng.
Padahal jika saja, masyarakat sedari awal sadar akan pentingnya penggunaan masker ini tak perlu ada drama-drama terkait masker yang boleh dan tidak digunakan. Tak perlu ada razia masker di jalan-jalan. Dan mungkin bisa lebih awal menekan angka penyebaran Covid-19 di Tanah Air.
Tapi ya lagi-lagi, hal mudah kalau bisa dipersulit di negeri ini kenapa tidak? Lihat saja yang baru-baru ini terjadi. Alih-alih fokus dalam menekan angka penderita Covid-19 yang kian meroket, Pemerintah malah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah lama jadi kontroversi. Hasilnya, seperti yang sudah bisa diduga, ribuan orang turun ke jalan. Protokol kesehatan termasuk penggunaan masker tentulah banyak dilupakan.
Belum lagi akhir tahun, Pemerintah juga ngotot menggelar Pemilihan Kepala Daerah. Potensi penyebaran Covid-19 di masa kampanye atau pemilihan lagi-lagi diabaikan.
Rasanya kita saat ini hanya bisa mulai dari diri sendiri saja. Sadari dan taati protokol kesehatan sebaik mungkin. Pahami apa-apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencegah diri terpapar virus Covid-19. Jika setiap individu di negeri ini sadar dan paham, mungkin angka penyebaran Covid-19 akan perlahan menurun. Dan kita akhirnya bisa benar-benar mengalahkan Covid-19 ini. Mulai dari diri sendiri! Bismillah.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id