REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar komunikasi UGM, Nyarwi Ahmad mengatakan kampanye digital atau daring bagi kandidat yang bertarung dalam pilkada memang bisa mencegah terjadinya klaster baru penularan Covid-19. Namun, menurutnya model kampanye ini masih tidak efektif dalam mendulang suara pemilih.
"Dibanding kampanye tradisional dengan mengumpulkan massa dalam sebuah acara tentu kampanye semacam ini tidak maksimal. Belum lagi, minimnya dukungan infrastruktur di daerah," kata Nyarwi, Sabtu (10/10).
Meski anjuran KPU bertujuan untuk mencegah penularan Covid-19, ia merasa kampanye daring tetap saja tidak maksimal. Sebab, belum sepenuhnya masyarakat bahkan kandidat-kandidat sadar terhadap platform digital.
Penggunaan platform digital bagi masyarakat perkotaan tentu tidak menjadi masalah. Namun, bagi warga pelosok pedesaan, tentu sangat sulit mengakses platform digital tersebut.
Nyarwi menilai, tidak masalah bila ada pasangan kandidat pilkada dan tim sukses yang masih terjun dan bertemu warga langsung asal semua menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.
"Semua tergantung perilaku kandidat dan warga masyarakat untuk patuh protokol Covid-19," ucapnya.
Nyarwi mengingatkan, agar kandidat menjaga moral dan etikanya secara baik dengan tidak memanfaatkan situasi pandemi ini hanya untuk memenuhi hasrat politiknya. Misalnya, menggunakan politik uang untuk meraup suara pemilih.
Terlebih, ia menekankan, melihat masyarakat dalam kondisi sekarang yang memang sedang menghadapi kehidupan yang serba sulit. Mulai pengangguran terus meningkat sampai lapangan kerja semakin sulit didapat.
"Saya kira Bawaslu bisa antisipasi ini dan masyarakat juga jangan mudah tergiur," ujar Nyarwi.