REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembuat mobil Jerman, Daimler, desak anggota parlemen Eropa untuk lebih gencar mempromosikan mobil listrik, khususnya infrastruktur pengisian daya. Pasalnya, romosi infrastruktur pengisian daya mobil listrik harus cepat.
"Secepat mereka berusaha untuk menurunkan emisi karbondioksida," kata Kepala Dewan Kerja Daimler, Michael Brecht, dikutip dari Reuters, Ahad (11/10).
Pembuat mobil telah memperingatkan bahwa proposal Komisi Eropa untuk memotong rata-rata emisi mobil baru pada tahun 2030 sebesar 50 persen di bawah level pada 2021. Hal ini mengancam pekerjaan manufaktur yang sangat bergantung pada perakitan mobil bermesin pembakaran atau bensin.
Menurut Brecht, permintaan secara keseluruhan untuk mobil dapat terganggu. Terlebih bila kepemilikan kendaraan listrik tidak dibuat lebih menarik dengan jaringan pengisian yang lebih siap tersedia.
"Badan politik seharusnya tidak memutuskan kesepakatan 'hijau' (green deal) untuk memperketat batas emisi karbondioksida tanpa syarat," kata Brecht.
“Harus ada rencana induk untuk meningkatkan infrastruktur pengisian daya. Ada banyak inisiatif kecil tapi tidak ada yang menyatukan semuanya,” ujarnya menambahkan.
Awal pekan ini, Parlemen Eropa mendukung target yang mengikat secara hukum bagi Uni Eropa untuk memangkas emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen pada tahun 2030. Pada dasarnya ini adalah strategi yang bagus.
"Tetapi meningkatkan mobilitas listrik bermasalah. Kami tidak akan mendapatkan jumlah karyawan yang sama,” Brecht memperingatkan.
Brecht mengatakan, Daimler telah meninjau strateginya untuk membebaskan sumber daya guna memperlengkapi kembali pabriknya. Kemudian, melatih kembali pekerjanya untuk membuat mobil rendah emisi.