REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) diprediksi menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level empat persen periode Oktober tahun ini. Pada Juli 2020, Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi empat, setelahnya pada Agustus dan September kembali menahan bunga acuan empat persen.
Menurut Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah, Bank Indonesia akan memberikan kesempatan bagi bank untuk menyesuaikan terhadap penurunan suku bunga acuan sebelumnya. “Saya kira Bank Indonesia mempertimbangkan potensi tekanan terhadap rupiah, apabila penurunan suku bunga acuan terlalu cepat,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (13/10).
Menurutnya Bank Indonesia juga harus mempertimbangkan aliran modal masuk dan kondisi nilai tukar meski inflasi terpantau stabil. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 tercatat deflasi 0,05 persen (mtm), sehingga inflasi IHK sampai Agustus 2020 tercatat sebesar 0,93 persen (ytd).
Adapun secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah sebesar 1,32 persen (yoy), menurun dibanding inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,54 persen (yoy).
Sementara Ekonom Permatabank Josua Pardede menambahkan beberapa pertimbangan yang menyebabkan Bank Indonesia menahan bunga acuannya, diantaranya masih tingginya ketidakpastian global yang masih mendorong keluarnya dana asing di pasar keuangan negara berkembang.
“Tingginya ketidakpastian eksternal yang masih mendorong keluarnya dana asing di pasar keuangan negara berkembang terkait tambahan stimulus fiskal AS, pemilihan presiden AS, pemulihan ekonomi domestik serta penanganan Covid-19 di dalam negeri,” ucapnya.
Menurutnya hal lain adanya volatilitas nilai tukar rupiah cenderung meningkat khususnya pada akhir September hingga awal Oktober. Sedangkan investor asing masih membukukan net sell di pasar saham meskipun kepemilikan investor asing pada SBN cenderung meningkat dalam sebulan terakhir ini.