Rabu 14 Oct 2020 05:15 WIB

Antibodi Survivor Covid-19 Gejala Berat Bertahan Lebih Lama

Kadar antibodi mantan pasien Covid-19 gejala berat tetap tinggi hingga 4 bulan

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang berhasil pulih dari Covid-19 bergejala berat tampak memiliki kekebalan yang lebih lama terhadap penyakit tersebut. Studi mengungkapkan bahwa kadar antibodi pada survivor Covid-19 bergejala berat tetap tinggi hingga empat bulan.

Sudah lama diketahui bahwa sistem imun memproduksi antibodi setelah seseorang terinfeksi virus corona. Akan tetapi, belum diketahui berapa lama respon antibodi tersebut akan bertahan.

"Ada celah pengetahuan yang besar dalam hal berapa lama respons-respons antibodi ini bertahan," jelas salah satu peneliti dan investigator dari Divisi Penyakit Menular Massachusetts General Hospital Dr Richelle Charles, seperti dilansir Daily Mail.

Dalam studi yang dimuat di Science Immunology ini, tim peneliti menganalisis sampel dari 343 pasien Covid-19. Sebagian besar pasien tersebut merupakan pasien bergejala berat, di mana 93 persennya membutuhkan rawat-inap di rumah sakit.

Sampel ini diambil empat bulan setelah pasien mengalami gejala pertama Covid-19. Misalnya, batuk demam, dan kesulitan bernapas.

Melalui pemeriksaan laboratorium, peneliti mendapati bahwa kadar antibodi immunoglobulin G (IgG) pada pasien masih tinggi, meski empat bulan sudah berlalu. IgG merupakan protein yang diproduksi oleh tubuh di fase akhir dari infeksi.

Kadar IgG yang tinggi ini juga diketahui berkaitan dengan antibodi penetral protektif yang juga ditemukan di darah. Artinya, survivor Covid-19 bergejala berat kemungkinan akan terlindungi dari risiko terinfeksi ulang dalam kurun waktu tersebut.

"Kami menunjukkan bahwa respons antibodi kunci terhadap Covid-19 benar-benar bertahan," pungkas Dr Charles.

Tim peneliti juga mengungkapkan bahwa beberapa antobodi lain justru tidak bertahan lama. Antibodi yang dimaksud adalah immunoglobulin A (IgA) dan immunoglobulin M (IgM). Menurut studi, keduanya tampak berada di kadar yang rendah dan rata-rata hanya bertahan tidak lebih dari dua setengah bulan.

Terkait hal ini, tim peneliti mengungkapkan bahwa kedua antibodi ini diproduksi tubuh dalam waktu beberapa hari setelah infeksi. Keduanya juga diketahui tidak bertahan lama.

"Sekarang ktia bisa mengatakan bahwa bila pasien memiliki respon IgA dan IgM, mereka kemungkinan terinfeksi virus (penyebab Covid-19) dalam kurun waktu dua bulan ke belakang," lanjut Dr Charles.

Mengetahui berapa lama respon imun bertahan, khususnya IgA dan IgM, dapat membantu ahli kesehatan masyarakat untuk melacak virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dengan lebih dekat dan akurat. Terlebih saat ini ada cukup banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terlacak melalui pengetesan yang dilakukan pada masa infeksi akut.

"Mengetahui berapa lama respon antibodi bertahan merupakan hal esensial sebelum kita dapat menggunakan tes antibodi untuk melacak penyebaran Covid-19 dan mengidentifikasi 'pusat' dari penyakit tersebut," ujar peneliti sekaligus dokter spesialis penyakit menular anak di Massachusetts General Hospital Dr Jason Harris. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement