Kamis 15 Oct 2020 03:20 WIB

Kemenperin Tunggu Restu Menkeu untuk Bebaskan Pajak Mobil

Kemenperin sudah mengirim surat pengajuan relaksasi pajak mobil baru ke Kemenkeu

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Petugas keamanan berjaga di sekitar unit mobil baru di salah satu kawasan industri otomotif di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jum
Foto: ANTARA/ Fakhri Hermansyah
Petugas keamanan berjaga di sekitar unit mobil baru di salah satu kawasan industri otomotif di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perindustrian berharap, pembebasan sementara terhadap pajak pembelian mobil baru dapat segera dilaksanakan. Permintaan ini untuk meningkatkan permintaan terhadap industri otomotif yang terus tertekan di tengah pandemi Covid-19.

Ruang lingkup jenis pajak yang diharapkan adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak daerah.

Baca Juga

Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier menjelaskan, pihaknya kini sudah mengirim surat pengajuan relaksasi pajak mobil baru ke dua instansi. Mereka adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait insentif PPnBM dan PPN, serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk keringanan pajak daerah.

Tapi, Taufiek menyiratkan, dua instansi itu belum memberikan surat balasan kepada Kemenperin. "Mudah-mudahan bisa mendapatkan respon baik, sehingga kami (Kemenperin) sebagai pembina sektor (otomotif) bisa menggerakkan sektor lebih baik," ujarnya dalam Webinar Prospek Pemulihan Ekonomi Sektor Industri Otomotif Nasional, Rabu (14/10).

Dalam surat yang ditampilkan Taufiek dalam Webinar, terlihat bahwa pengajuan relaksasi sudah disampaikan kepada Kemenkeu dan Kemendagri sejak 2 September 2020. Surat itu langsung ditandatangani Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dan ditujukan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Melalui surat tersebut, Kemenperin memaparkan dampak pandemi Covid-19 yang signifikan terhadap industri otomotif. Tingkat penjualan mobil diprediksi turun 40 persen pada tahun ini, sementara penjualan motor juga menyusut 30 persen.

Tidak hanya di sektor otomotif, dampak penurunan juga akan dirasakan oleh seluruh rantai nilai di industri otomotif. Termasuk di antaranya supplier lokal, distribusi dan dealer serta lembaga pembiayaan, sehingga berisiko pada keberlangsungan usaha maupun adanya pengurangan tenaga kerja.

Kepada Kemenkeu, Kemenperin meminta adanya relaksasi PPnBM dan PPN sampai Desember. Sedangkan, kepada Kemendagri, Kemenperin mengajukan stimulus pembebasan sementara Pajak Bea Balik Nama (BBN), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Progresif sampai dengan Desember.

Secara paralel, Kemenperin mengusulkan pembebasan sementara Bea Masuk Completely Knocked Down (CKD) dan Incompletely Knocked Down (IKD). Di sisi lain, Kemenperin mengajukan kenaikan pajak kendaraan bermotor bekas secara proporsional.

Taufiek mengakui, berbagai stimulus pajak tersebut akan berdampak pada pengurangan pendapatan negara. Tapi, dampaknya yang ditimbulkan pada sektor otomotif di tingkat daerah maupun pusat akan tinggi dan memberikan efek pengganda.

Sebab, Taufiek menuturkan, stimulus akan mendorong sektor otomotif terus berjalan dan membuat masyarakat mendapatkan penghasilan. "Kemudian, dia (masyarakat) bisa mengeluarkan uang yang diterima untuk sektor-sektor lain seperti makanan dan minuman serta tekstil. Ini multiplier effect yang harus dihitung," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement