REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG PINANG -- Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kepulauan Riau, Muhammad Dali, menegaskan siswa SMA/SMK sederajat yang terlibat dalam aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja akan dikenakan sanksi. Sanksi yang diberikan sesuai kebijakan di masing-masing sekolah.
"Saya sudah minta tiap-tiap sekolah memberikan sanksi bagi siswa yang kedapatan ikut demo," kata Dali di Tanjungpinang, Rabu (14/10).
Sanksi yang diberikan berdasarkan seberapa jauh keterlibatan para siswa dalam unjuk rasa tersebut. Jika hanya ikut-ikutan saja tanpa berbuat anarkis, maka akan diberikan peringatan saja.
Namun, katanya, apabila sudah mengarah kepada tindakan anarkis seperti merusak atau membakar fasilitas umum, maka orang tuanya akan dipanggil dan diberikan pembinaan terhadap anaknya. "Maka itu, kami mengimbau pelajar fokus belajar saja, jangan terpengaruh buat ikut-ikutan aksi," imbuhnya.
Dali mengatakan, Disdik Kepri sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor B/420/475.2/DISDIK/2020 tentang pencegahan keterlibatan peserta didik dalam aksi unjuk rasa yang berpotensi kekerasan pada 7 Oktober 2020. Dalam SE itu, kata dia, satuan pendidikan diminta proaktif mencegah pelaksanaan unjuk rasa yang diikuti para siswa dengan tetap melaksanakan pembelajaran melalui media daring.
"Namun puluhan siswa ternyata kedapatan demo menolak Omnibus Law. Dalam sepekan ini sudah dua kali mereka ikut demo. Kami akan mengonfirmasi ke satuan pendidikan, kenapa hal seperti ini bisa terjadi," ucap Dali.
Sementara itu, Pjs Gubernur Provinsi Kepri Bahtiar Baharuddin mengaku prihatin karena atas keterlibatan pelajar dalam aksi demo menolak UU Cipta Kerja bersama mahasiswa dan serikat buruh di daerah tersebut. "Saya mendapat laporan ada puluhan pelajar yang diamankan polisi dan jujur ini sangat memprihatinkan. Seharusnya tugas mereka itu belajar, bukan demo," kata Bahtiar.
Bahtiar mengimbau satuan pendidikan maupun orangtua memperketat pengawasan terhadap anak-anak mereka supaya tidak terlibat dalam unjuk rasa penolakan Omnibus Law. Menurutnya, di beberapa daerah lainnya juga terdapat sejumlah siswa yang melakukan aksi serupa, bahkan di antara mereka ada yang bertindak anarkis dengan merusak atau membakar fasilitas publik.
"Saya tidak menginginkan pelajar di Kepri melakukan tindakan kriminal, yang pada akhirnya dapat merugikan orang ramai, terutama diri sendiri dan keluarga," tuturnya.