REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana harian (Plh) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ilham Saputra menyampaikan daftar masalah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Setidaknya ada 14 permasalahan berdasarkan laporan KPU daerah terkait pelaksanaan kampanye.
"STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) dari kepolisian paling lambat diberikan tujuh hari setelah permintaan paslon (pasangan calon), sehingga ada paslon berkampanye tanpa STTP," ujar Ilham dalam rapat evaluasi pelaksanaan Pilkada 2020, Jumat (16/10).
Surat izin pemberitahuan kampanye secara tertulis pun tidak ditembuskan kepada KPU daerah. Ditambah lagi dengan penghubung paslon yang kurang responsif dan komunikatif dengan pihak KPU dalam merespon kedua belah pihak.
Sejauh ini, hanya empat persen dari 3.398 kegiatan kampanye, yang menggunakan media daring dan medsos untuk berkampanye. Sebanyak 96 persen, paslon masih menggunakan cara lama dengan kampanye pertemuan langsung secara tatap muka.
Dengan demikian, masih terdapat jumlah peserta kampanye yang melebihi 50 orang, lanjut Ilham, ditambah banyak awak media yang meliput sehingga terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Dalam kampanye tatap muka yang memang masih diperbolehkan mengakibatkan kerumunan warga tanpa menjaga jarak, termasuk tidak tersedianya sarana mencuci tangan atau sanitasi yang memadai.
Data petugas kampanye, relawan, akun resmi media sosial (medsos) yang digunakan untuk kepentingan kampanye terlambat disampaikan oleh paslon kepada KPU. Data pengelola akun medsos tidak atau belum disertakan dalam laporan akun medsos yang disampaikan paslon.
Hal itu membuat pendataan terhadap kegiatan kampanye medsos jadi terlambat untuk kemudian ditindaklanjuti. Keterlambatan penyerahan design alat peraga kampanye (APK) dan bahan kampanye kepada KPU menyebabkan penyerahan hasil cetakan kepada paslon terlambat, serta kualitas gambar atau resolusi yang diberikan di bawah standar.
Di samping itu, masih banyak APK tambahan yang dibuat paslon tidak memenuhi ketentuan dan tidak sesuai lokasi karena dipasang di area privat bahkan area publik. Namun, KPU daerah masih mengalami keraguan untuk memberikan surat peringatan atau sanksi kepada paslon terhadap pelanggaran pemasangan APK.
"Saya meminta kepada teman-teman yang hadir dalam acara ini jika memang pelanggaran itu sesuai yang diatur PKPU maka segera menindaklanjutinya tanpa perlu ragu, karena itu memang kewenangan kita," kata Ilham.
Ada kandidat yang positif Covid-19, lalu belum lama ini dinyatakan negatif, tetapi belum adanya pengajuan calon pengganti sehingga paslon belum ditetapkan KPU. Zona dan jadwal kampanye tidak ditentukan dalam regulasi kampanyenya, maka KPU meminta kepolisian membuat zona kampanye untuk dituangkan dalam keputusan KPU.
Banyak paslon membuat posko kampanye yang berpotensi menimbulkan kerumunan, sedangkan KPU tidak mengatur ketentuan posko dalam Peraturan KPU (PKPU). Ilham meminta, pemerintah daerah yang memberlakukan pembatasan sosial atau penanganan pencegahan Covid-19 agar memantau kegiatan tersebut.
Banyak paslon dan KPU kabupaten/kota masih kurang memahami substansi PKPU dan petunjuk teknis (juknis), sehingga masih ada pelanggaran yang terlihat dalam monitoring kampanye. KPU kabupaten/kota tidak melaporkan secara komprehensif dan berkonsultasi dengan KPU provinsi terkait kendala-kendala yang terjadi.
Minimnya anggaran di KPU Kabupaten Kota yang membuat fasilitasi APK atau bahan kampanye tidak dilakukan. Bahkan debat kandidat hanya dilakukan minimal satu kali sesuai ketersediaan anggaran.
Perlunya penambahan durasi waktu debat jika paslon lebih dari tiga paslon, mengingat adanya batasan waktu di juknis kampanye. Banyaknya daerah yang hanya memiliki satu paslon atau calon tunggal, sementara masyarakatnya mengkampanyekan kotak kosong.
"Adanya ASN yang tidak netral dan berkampanye melalui media sosial," kata Ilham.