REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengungkap risiko penyebaran Covid-19 di kabin pesawat. Studi tersebut dilakukan di pesawat United Airlines, maskapai yang melayani penerbangan domestik dan internasional.
Menurut hasil studi, risiko paparan virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, penyebab Covid-19 di dalam pesawat United Airlines nyaris tidak ada. Temuan itu didapat dalam kondisi mengenakan masker.
Dengan memakai masker di pesawat, hanya ada 0,003 persen kemungkinan partikel dari penumpang yang dapat memasuki ruang pernapasan penumpang lainnya yang sedang duduk di samping mereka. Studi melibatkan 300 tes dalam waktu enam bulan lebih sedikit dengan manekin di pesawat United Airlines.
Manekin itu dilengkapi dengan generator aerosol yang memungkinkan teknisi memproduksi pernapasan dan batuk. Setiap tes melepaskan 180 juta partikel, setara dengan jumlah partikel yang dihasilkan oleh ribuan batuk.
Mereka mempelajari cara partikel manekin itu bergerak di dalam kabin dengan memakai dan melepaskan masker. Tes mengasumsikan penerbangan itu benar-benar penuh dengan teknisi yang menempatkan sensor di kursi, dapur, dan jembatan jet untuk mewakili penumpang lain di pesawat.
"Sebanyak 99,9 persen partikel tersebut meninggalkan interior pesawat dalam waktu enam menit. Ini menunjukkan bahwa berada di dalam pesawat adalah area publik dalam ruangan yang paling aman, karena konfigurasi unik di dalam pesawat yang mencakup ventilasi agresif, banyak aliran udara," ujar Chief Communication Officer United Airlines Josh Earnest, dilansir ABC News, Jumat (16/10).
Pada akhir September, CEO United Airlines Scott Kirby mengatakan, karyawan di maskapai penerbangan tersebut melaporkan tingkat Covid-19 yang lebih rendah dibanding masyarakat umum. Ia menggarisbawahi bahwa itu adalah salah satu dari beberapa poin data yang menunjukkan keselamatan di dalam pesawat.
"Di United dan juga di pesaing besar kami, pramugari kami memiliki tingkat infeksi Covid-19 yang lebih rendah daripada populasi umum, yang merupakan salah satu dari beberapa poin data yang menunjukkan keselamatan di dalam pesawat,” jelas Kirby.
Pekan lalu, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) merilis penelitian baru yang mengatakan, risiko tertular virus di pesawat tampaknya dalam kategori yang sama seperti risiko disambar petir. Di antara 1,2 miliar pelancong, IATA hanya menemukan 44 kasus potensi penularan dalam pesawat yang dipublikasikan.
Sebagian besar dari 44 kasus tersebut terjadi pada hari-hari awal pandemi ketika masker tidak diwajibkan. Perjalanan udara memang masih turun sekitar 70 persen dibanding tahun lalu, tapi sudah ada peningkatan sejak musim semi. Awal pekan ini, Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) mendeteksi ada hampir satu juta orang ada di bandara AS, jumlah tertinggi badan tersebut sejak pertengahan Maret.
"Kami melihat pemulihan, tapi jalan kami masih panjang. Bahkan dengan semua informasi yang menjanjikan tentang keselamatan perjalanan udara dan beberapa kemajuan yang kami buat dalam hal penerapan rejimen pengujian, kami menyadari bahwa kami tidak akan kembali normal sampai kita memiliki vaksin yang telah didistribusikan dan diberikan secara luas,” kata Earnest.