REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat, jumlah pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 meningkat hingga dua kali lipat sepanjang 10 hari kedua pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Peningkatan terjadi seiring bertambahnya jumlah kegiatan kampanye dengan metode tatap muka atau pertemuan terbatas.
"Temuan Bawaslu menunjukkan, pelanggaran protokol kesehatan (prokes) pada 10 hari kedua kampanye, yaitu 6 hingga 15 Oktober sebanyak 375 kasus," ujar anggota Bawaslu, M Afifuddin, dalam ke te rangan tertulis kepada Republika, Sabtu (17/10).
Ia mengatakan, jumlah tersebut bertambah 138 dari 10 hari pertama kampanye. Bawaslu menemukan pelanggaran protokol kesehatan pada 26 September-5 Oktober sebanyak 237 kasus.
Bawaslu menerbitkan 233 surat peringatan tertulis terhadap pelanggaran pada periode kampanye 10 hari kedua tersebut. Jumlah itu me ningkat sebanyak 163 surat dibandingkan 10 hari pertama kampanye dengan 70 surat peringatan tertulis. Sedangkan sanksi berupa pembubaran kampanye dilakukan 35 kali. Pada 10 hari pertama kampanye, jumlah sanksi berupa pembubaran sebanyak 48 tindakan.
Afif menjelaskan, peningkatan jumlah pelanggaran protokol kesehatan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kampanye dengan metode pertemuan terbatas dan/atau tatap muka. Bawaslu mencatat, 16.468 kegiatan kampanye dilakukan secara tatap muka di 270 daerah yang menggelar pilkada. "Jumlah itu meningkat tajam dibandingkan pada periode 10 hari pertama kampanye, yaitu sebanyak 9.189 kegiatan kampanye," kata Afif.
Selain pelanggaran protokol kesehatan, Bawaslu juga menemukan 36 dugaan pelanggaran kampanye media sosial (medsos). Pelanggaran tersebut berupa penyebaran konten dengan materi yang dilarang, seperti hoaks, hasutan, dan/atau ujaran kebencian, serta dugaan pelanggaran asas netralitas aparatur sipil negara (ASN) maupun pejabat di internet. "Terhadap dugaan pelanggaran tersebut, Bawaslu telah menin daklan ju tinya sesuai dengan prosedur ter ha dap bentuk pelanggaran," ujar Afifuddin.
KPU mencatat, hingga Kamis (15/10), terdapat 3.398 kegiatan kam panye di 172 kabupaten/kota dan sembilan provinsi. Berdasarkan data tersebut, sebanyak 3.259 atau 96 persen kampanye dilakukan secara tatap muka dan hanya 212 atau empat persen kampanye secara daring. "Dan 3.389 kampanye (99,7 per sen) kampanye dengan memperhatikan protokol kesehatan," ujar Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Jumat (16/10).
Direktur Jenderal Bina Admi nistrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal mengatakan, pemerintah mendorong pasangan calon (paslon) pilkada 2020 melakukan kampanye dengan membagikan masker. Menurut dia, pilkada menjadi momentum penanganan pandemi Covid-19. "Kami meminta semua paslon membagikan masker, dan hampir semua calon saat ini mem bagikan masker," ujar Safrizal, Jumat (16/10).
Ia mengeklaim, Kemendagri berintegrasi dengan Satgas Covid-19. Mereka memitigasi penyebaran virus korona di setiap kegiatan pilkada bersama jajaran TNI, Polri, Satpol PP, dan Bawaslu.
Klaim tersebut berbeda dengan pengakuan Ketua Bawaslu RI Abhan yang menyatakan belum bisa membubarkan sejumlah kegiatan kam panye yang melanggar protokol kesehatan karena jumlah massa yang terlibat terlalu besar. "Memang masih kita temukan juga kegiatan yang melanggar jumlah peserta, tetapi belum bisa dibubarkan," ujar Abhan, Jumat (16/10).
Ia meminta kelompok kerja pencegahan Covid-19 di tiap daerah berupaya semaksimal mungkin mengan tisipasi pelanggaran prokes. Abhan menyebut, Bawaslu membutuhkan dukungan kepolisian, TNI, Satpol PP, serta Satgas Penanganan Covid-19 untuk membubarkan kampanye. "Jika hanya beban Bawaslu, tentu tidak akan mampu membubarkan sekian ratus orang, bahkan sampai ribuan, sedangkan Bawaslu hanya tiga sampai lima anggota," ujar Abhan.
Kampanye akan berlangsung selama 71 hari, mulai 26 September sampai 5 Desember mendatang. Setelah itu, 6-8 Desember masuk masa tenang hingga hari pemungutan suara pada 9 Desember di 9 provinsi, 37 kota, serta 224 kabupaten.n (mimi kartika, ed:ilham tirta)