REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan alokasi anggaran dana transfer dan dana desa untuk penanganan stunting pada 2021 nanti, menjadi Rp 86,2 triliun. Sementara alokasinya pada 2020 ini masih sebesar Rp 76,2 triliun.
Kenaikan anggaran ini, ujar Sri, merupakan keseriusan pemerintah untuk menekan angka stunting hingga 14 persen pada 2024 mendatang.
Selain dana transfer dan dana desa, anggaran penanganan stunting sendiri sudah tersebar di kementerian/lembaga. Tahun 2020 saja, anggaran yang tersebar di 20 kementerian/lembaga mencapai Rp 27,5 triliun. Rinciannya, Rp 1,8 triliun untuk intervensi spesifik, Rp 24,9 triliun untuk intervensi sensitif gizi sensitif, dan Rp 800 miliar untuk dukungan koordinasi.
"Kita berharap anggaran yang besar tentu bisa betul-tentu menghasilkan dampak manfaat di dalam mengurangi anak-anak Indonesia yang mengalami stunting," ujar Sri dalam rapat koordinasi teknis nasional percepatan pencegahan stunting, Rabu (21/10).
Selain itu, Sri juga menjanjikan perluasan dana alokasi khusus (DAK) fisik dan nonfisik untuk pencegahan stunting. Hal ini sejalan dengan peningkatan alokasi dana transfer dan dana desa akan meningkat 2021.
Dalam rapat koordinasi hari ini, pemerintah menegaskan cara pandang bahwa stunting atau gizi buruk pada balita merupakan permasalahan serius yang dihadapi Indonesia. Stunting membuat anak-anak yang lahir mengalami 'gagal tumbuh' lantaran kekurangan gizi. Latar belakangnya cukup kompleks, tapi salah satu yang paling mempengaruhi adalah akses air bersih yang sulit dan sanitasi masyarakat yang buruk.
Menkeu bahkan menyebutkan, potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai dua persen sampai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Angka itu terbilang besar sekali. Mengacu pada PDB 2019 sebesar Rp 15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp 474,9 triliun.