REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan sejarah kelahiran Pancasila tak lepas dari isu peningkatan kesejahteraan rakyat. Para founding fathers, merumuskan melalui sila kelima Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kemudian diturunkan ke dalam berbagai pasal di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Misalnya, Pasal 27 ayat (2) yang mengatur hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Selanjutnya Pasal 28 H mengenai hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian Pasal 31 menjamin hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, Pasal 34 mengatur tanggungjawab negara terhadap fakir miskin dan anak terlantar, pengembangan sistem jaminan sosial, serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
"Ada delapan belas indikator yang bisa menjadi ukuran untuk menilai sejauh mana amanat konstitusi tersebut telah dijalankan oleh satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan penggantinya. Antara lain pengeluaran per kapita, angka harapan hidup, persentase penduduk miskin, persentase rumah tangga yang mampu hidup layak, dan jumlah pengangguran terbuka," ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, bersama Lembaga Edukasi untuk Peternakan dan Pertanian Indonesia (LEUPPI) dan SMK Pembangunan Pertanian, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu (21/10).
Turut serta antara lain Camat Lembah Seulawah Ilyas, Kapolsek Kecamatan Lembah Seulawah Ipda Bustamam, Danramil Kecamatan Lembah Seulawah Kapten Inf. Sutan Radius, Kepala Desa Suka Damai Salman, Ketua Komite Sekolah Syafruddin Saleh, serta Kepala Sekolah SMK-PP Negeri Saree Muhammad Amin.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, merujuk berbagai indikator kesejahteraan yang ada, harus diakui konsep kesejahteraan yang dicita-citakan Pancasila dan Konstitusi masih belum sepenuhnya terpenuhi. Banyak capaian yang telah diraih, namun juga masih banyak lagi yang belum diraih. Misalnya dari segi angka harapan hidup rakyat Indonesia yang berada di kisaran 69-73 tahun. Kalah dibanding Singapura (85,2 tahun), Thailand (76 tahun), maupun Malaysia (75 tahun).
"Untuk mewujudkan kesejahteraan, sektor utama penopang sistem perekonomian harus terus menerus diperkuat. Salah satunya pada sektor pertanian dan peternakan. Terbukti di tengah pandemi Covid-19, disaat berbagai sektor penyangga perekonomian nasional mengalami kontraksi pada kuartal II tahun 2020, pertanian menjadi satu-satunya sektor yang tetap tumbuh positif dan menyumbang 15,46 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Angka itu meningkat dari kuartal I sebesar 12,84 persen," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, meskipun kontribusi sektor pertanian sebagai penopang perekonomian nasional sangat tinggi, namun ada banyak hal yang masih membutuhkan perhatian. Sebagai contoh, kesenjangan dalam penguasaan tanah yang sangat timpang. Satu orang atau satu kelompok bisa menguasai ratusan atau ribuan hektar tanah, tetapi pada sisi lain jutaan petani hanya memiliki rata-rata 0,3 hektar saja, dan bahkan lebih banyak lagi yang tidak memiliki tanah dan hanya menjadi petani buruh.
"Masih banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis di luar Pulau Jawa yang belum dikembangkan secara optimal. Antara lain disebabkan terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerja sama investasi," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini optimis, Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama LEUPPI dan SMK Pembangunan Pertanian, dengan dihadiri para petani milenial akan menstimulus pengembangan sektor pertanian di Tanah Air. Khususnya dalam mendorong milenial lainnya terjun ke sektor pertanian. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, petani milenial sampai dengan akhir 2019 berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa (8 persen dari petani nasional yang mencapai 33,4 juta jiwa).
"Indonesia harus mampu melahirkan sedikitnya 10 juta petani milenial. Kalangan muda harus menyadari, profesi petani tak lagi dipandang sebelah mata. Potensi bisnisnya tak akan pernah mati karena berhubungan dengan hajat hidup utama manusia. Jika ditekuni dengan serius, profesi petani merupakan profesi yang dekat dengan kemakmuran," pungkas Bamsoet.