Rabu 21 Oct 2020 21:30 WIB

'Ingin Bertahan, Media Harus Sajikan Berita Menarik'

Media cetak tetap dinantikan orang selagi mampu memberikan konten berita yang menarik

Rep: Febrian Fachri/ Red: Agus Yulianto
Pemimpin Redaksi Harian Singgalang Khairul Jasmi saat menjadi narasumber Webinar Tantangan dan Peluang Media di Era Multi Krisis yang diadakan Program Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas, Rabu (21/10).
Foto: Tangkap Layar Zoom.
Pemimpin Redaksi Harian Singgalang Khairul Jasmi saat menjadi narasumber Webinar Tantangan dan Peluang Media di Era Multi Krisis yang diadakan Program Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas, Rabu (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Situasi pandemi covid-19 yang berlalu dalam durasi panjang turut berdampak signifikan terhadap perusahaan media massa. Banyak perusahaan media ketar ketir lantaran pemasukan finansial menurun. Tidak sedikit perusahaan media yang memberhentikan pekerja dan ada yang sampai tutup total.

Pemimpin Redaksi Harian Singgalang Khairul Jasmi mengatakan, situasi pandemi covid-19 ini telah menciptakan krisis bagi perusahaan media. Media harus mampu bertahan supaya tetap ekses menjadi rujukan informasi dan juga tetap mampu menghidupi karyawan yang mereka naungi.

Khairul menyebut, salah satu cara media tetap bertahan di masa pandemi atau krisis ini adalah konsistensi menghadirkan topik pemberitaan menarik. "Oplah surat kabar memang turun. Tapi media cetak ini tetap dinantikan orang. Selagi mampu memberikan konten berita yang menarik," kata Khairul, saat menjadi narasumber Webinar Tantangan dan Peluang Media di Era Multi Krisis yang diadakan Program Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas, Rabu (21/10).

Khairul menyebut, media dituntut kreatif demi bertahan di tengah pandemi. Dalam peliputan, ia mencontohkan, wartawan media massa harus jeli mencari peluang liputan yang aman. Karena menurut Khairul, tidak ada berita yang senilai dengan nyawa. Wartawan harus mengutamakan keselamatan dari pada mendapatkan berita.

Misalnya, dengan kejelian mencari narasumber-narasumber yang bisa diangkat menjadi cerita menarik di masa pandemi dan melakukan wawancara via telfon atau melalui virtual.

Kemudian menurut Khairul, media-media yang mampu bertahan juga harus memiliki figur-figur yang kuat. Misalnya memiliki penulis-penulis hebat yang tulisannya tetap dinantikan kalangan pembaca. Dengan tetap eksis menghadirkan berita, di situlah praktisi media di bidang pemasaran juga harus rajin jemput bola untuk kerja sama sehingga pemasukan media tetap stabil.

"Bagaimanapun wartawan ini adalah profesi dan media tempat mereka mencari nafkah," ucap Khairul.

Pada forum yang sama Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas Emeraldy Chatra menilai, saat ini, industri media sedang menghadapi masalah internal dan eksternal.

photo
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas Emeraldy Chatra saat menjadi narasumber Webinar Tantangan dan Peluang Media di Era Multi Krisis yang diadakan Program Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas, Rabu (21/10) - (Tangkap Layar Zoom.)

Selain karena pandemi covid-19 yang menurunkan jumlah oplah, kehadiran teknologi komunikasi juga menggangu eksistensi media cetak. 

Karena media cetak sekarang bertarung melawan sosial media yang lama-kelamaan mampu menjadi rujukan informasi bagi masyarakat. Yang terdampak menurut Emeraldy tidak hanya media cetak, tapi juga media televisi.

Saat ini orang-orang yang selama ini tidak puas hanya menjadi penonton televisi lantaran tayangan di televisi yang dinilai tidak lagi menarik, kini membuat channel sendiri melalui Youtube.

Sudah tidak asing lagi bahwa konten-konten Youtube yang dibuat oleh orang-orang secara pribadi memiliki jumlah penoton lebih banyak mengalahkan jumlah penonton televisi. Salah satu contoh yang disebutkan Emeraldy adalah channel Youtube Atta Halilintar yang memiliki 25,9 juta subscriber. Di mana baru satu jam menayangkan sebuah konten, Atta sudah menyedot jutaan penonton.

"Televisi menayangkan sebuah acara belum tentu penontonnya sebanyak itu," ujar Emeraldy.

Alumnus Industrial Relations, Stirling University, Scotland itu menyarankan baik media cetak maupun televisi harus melakukan evaluasi terhadap konten-konten yang mereka sajikan kepada khalayak selama ini. Media harus mampu mengikuti selera masyarakat sesuai perkembangan zaman selagi sesuai dengan kaidah dan etika yang berlaku.

Selain itu Emeraldy menilai, sekarang terjadi krisis kepercayaan. Yakni kepercayaan khalayak kepada media dan juga kepercayaan pengiklan kepada media. Karena media-media yang dikelola khalayak secara mandiri mampu menarik perhatian penonton yang cukup tinggi, berdampak kepada peralihan pasar iklan. Pengiklan demi kepentingan pragmatis tentu lebih menginginkan memasang iklan di media yang jumlah penontonnya lebih tinggi.

"Kesimpulannya bagi saya media juga harus berani untuk berubah di saat krisis yang berlipat ganda saat ini. Tidak terus berharap keadaan berubah, harus disikapi dengan cara-cara yang dinamis," ujar Emeraldy.

Webinar Tantangan dan Peluang Media di Era Multi Krisis yang diadakan Program Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas dimoderatori Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unand Rahmi Surya Dewi dan diikuti oleh mahasiswa, dosen hingga praktisi media.

Koordinator Program Magister Ilmu Komunikasi FISIP Unand Ernita Arif mengatakan. pihaknya mengadakan webinar mengangkat tema mengenai tantangan media massa di dalam situasi krisis ini untuk memberikan masukan kepada perusahaan media dan praktisi media supaya mampu bertahan. Karena, menurut Ernita, media massa tetap diperlukan sebagai corong informasi bagi masyarakat. Karena informasi dari media massa dapat dipertanggungjawbakan karena dipagari kode etik dan diawasi oleh Dewan Pers.

"Semoga pembahasan kita di forum kampus secara virtual ini ini mampu memberikan ide-ide dan gagasan bagi media massa," kata Ernita.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement