Saturday, 26 Jumadil Akhir 1446 / 28 December 2024

Saturday, 26 Jumadil Akhir 1446 / 28 December 2024

Pilkada di Tengah Pandemi Munculkan Kebingungan Masyarakat

Ahad 25 Oct 2020 17:07 WIB

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita

[Foto Ilustrasi Pilkada Kala Pandemi Covid-19] Daerah-daerah memahami bahwa pilkada merupakan pesta demokrasi yang dilakukan penuh dengan keramaian dan kebebasan dalam menyampaikan pandangan dan pendapat.

[Foto Ilustrasi Pilkada Kala Pandemi Covid-19] Daerah-daerah memahami bahwa pilkada merupakan pesta demokrasi yang dilakukan penuh dengan keramaian dan kebebasan dalam menyampaikan pandangan dan pendapat.

Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pilkada dipahami sebagai pesta demokrasi yang dilakukan dengan keramaian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menilai pelaksanaan pilkada serentak 2020 yang jadi digelar di tengah pandemi saat ini telah memunculkan kebingungan di masyarakat. Selama ini, Hinca mengatakan, daerah-daerah memahami bahwa pilkada merupakan pesta demokrasi yang dilakukan penuh dengan keramaian dan kebebasan dalam menyampaikan pandangan dan pendapat. 

"Nah dengan pandemi ini, suka tidak suka karena seluruh dunia mengalaminya. Nah, itu terjadi pengurangan kualitas untuk kegembiraan demokrasi di masyarakat," kata Hinca dalam diskusi daring, Ahad (25/10),

Baca Juga

Mantan sekjen Partai Demokrat itu menyarankan agar pemerintah fokus terlebih dahulu dalam penanganan covid-19. Ia meminta agar  seluruh pihak harus mencari cara terbaik untuk mengatasi terjadinya penurunan kualitas demokrasi.

"Kita lebih cenderung untuk fokus mengatasi penanganan Covid-19 itu sehingga di parlemen pun kita berusaha untuk meyakinkan, ayo kita lebih cenderung bagaimana mengurus api juga asapnya sekaligus," ungkapnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera sejak awal partainya kerap meneriakan perlu ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang lebih tegas yang mengatur sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan. Akibatnya, jumlah pertemuan kampanye tatap muka yang melanggar protokol covid-19 makin meningkat, sedangkan jumlah pertemuan daring makin menurun.

"Sementara PKPU 13 nya itu tidak memberikan sanksi yang tegas ya. Kita menggunakan UU Karantina Wilayah, UU Penyakit Menular dan KUHP untuk memproses aktifitas pemilu, harusnya UU Pilkda, tapi karena nggak ada Perppu Pilkada lanjutan karena di UU 10 2016 masih tertulis dan belum dibatalkan bahwa yang namanya kampanye terbuka itu boleh konser musik, boleh pentas seni, boleh panen raya, oleh PKPU 13 dibatasi, tetapi ini tidak apple to apple UU dibatasi PKPU," jelasnya.    

Sebelumnya Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru terkait pilkada di era pandemi Covid-19. Hasilnya, sebanyak 47,9 persen responden yang tinggal di wilayah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 setuju agar pilkada sebaiknya ditunda. Kemudian responden yang tidak setuju pilkada ditunda mencapai 46,3 persen.

"Artinya adalah, split (terbelah). Jadi di kalangan responden yang tinggal di wilayah yang punya hajatan pilkada itu mereka yang menuntut tunda atau tidak itu sama-sama kuat," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Ahad (25/10).

Survei tidak hanya dilakukan di wilayah yang akan menggelar pilkada, tetapi juga di wilayah yang pada tahun 2020 ini tidak menggelar pilkada. Hasilnya sebanyak 53,3 persen menyatakan setuju pilkada ditunda. 

Sedangkan 39,4 persen responden menyatakan tidak setuju pilkada ditunda. "Tuntutan pilkada ditunda itu lebih kuat di wilayah yang tidak ada pilkadanya tahun ini," ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, jika ditotal maka 50,2 persen responden menyatakan setuju pilkada ditunda. Sedangkan total 43,4 persen respoden menilai setuju pilkada tetap digelar. 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler