Senin 26 Oct 2020 09:16 WIB

FSGI: PJJ tak Sekadar Perlu Dukungan Kuota Internet

Bantuan kuota internet yang mubazir diminta untuk dialihkan ke bantuan alat daring.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Siswa kelas VI SD Negeri Mojo, Safira (kanan) dan Diva (kiri) menggunakan Handy Talky (HT) saat menyimak materi pelajaran guru pada pembelajaran jarak jauh dari rumahnya di Kampung Semanggi, Solo Jawa Tengah, Selasa (29/9/2020). Pihak sekolah menyediakan fasilitas HT untuk komunikasi dua arah siswa dan guru, guna mendukung pembelajaran jarak jauh saat pandemi COVID-19.
Foto: Antara/Maulana Surya
Siswa kelas VI SD Negeri Mojo, Safira (kanan) dan Diva (kiri) menggunakan Handy Talky (HT) saat menyimak materi pelajaran guru pada pembelajaran jarak jauh dari rumahnya di Kampung Semanggi, Solo Jawa Tengah, Selasa (29/9/2020). Pihak sekolah menyediakan fasilitas HT untuk komunikasi dua arah siswa dan guru, guna mendukung pembelajaran jarak jauh saat pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menekankan agar Mendikbud Nadiem Makarim mengevaluasi pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menyebut pelaksanaan PJJ tak sekedar butuh bantuan kuota internet saja.

FSGI baru saja menuntaskan raport bagi Mendikbud selama setahun bekerja. Terdapat 8 program yang dinilai dimana salah satunya Bantuan Kuota Belajar hanya mendapat nilai 65 alias tidak tuntas dari standar nilai minimal.

Indikator penilaian didasarkan pada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing program, jika lebih banyak kelebihannya, maka nilainya tinggi. Namun jika program tersebut lebih banyak faktor kelemahannya, maka nilainya semakin rendah.

"Kelebihan program ini menyelesaikan 1 masalah PJJ yaitu kebutuhan kuota internet yang mahal," kata Retno dalam konferensi pers secara daring pada Ahad (25/10).

Retno menyebut masih banyak permasalahan dari program ini hingga diganjar raport merah. Di antara kekurangannya ialah anak-anak dari keluarga miskin tidak menikmati bantuan kuota karena mereka tak punya ponsel pintar untuk PJJ.

Kemudian anak-anak yang tinggal di wilayah blank spot tidak dapat menikmati bantuan kuota karena ketidakadaan sinyal internet. "Proses penyaluran kuota internet tidak berjalan sesuai rencana," ujar Retno.

Retno juga memandang pembagian kuota belajar dan kuota umum yang tidak tepat. Ia khawatir kuota belajar berpotensi mubazir dan merugikan keuangan negara.

"FSGI mendorong bantuan kuota internet yang mubazir dialihkan kepada bantuan alat daring, wifi warga berbasis RT/RW dan pengadaaan  alat penguat sinyal di daerah-daerah blank spot," ujar Retno.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement