REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Josua Pardede menilai kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang restrukturisasi kredit selama setahun akan mampu menekan potensi peningkatan kredit bermasalah. Ini mengingat kondisi perekonomian global dan Tanah Air yang belum pulih dari imbas Covid-19.
"Ini kebijakan tepat, karena kalau dilihat masa berlaku POJK 11 itu sampai Maret 2021, sedangkan kondisi perekonomian masih diliputi ketidakpastian," katanya saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/10).
Menurut dia, perpanjangan relaksasi kredit selama setahun itu akan meringankan industri perbankan dan memberi ruang bagi sektor usaha selama masa pandemi. Apabila tidak diperpanjang, lanjut dia, angka kredit bermasalah (NPL) bisa meningkat, begitu juga kondisi debitur yang mendapatkan keringanan berupa restrukturisasi tidak langsung pulih seketika saat POJK 11 itu berakhir pada Maret 2021.
Terkait mulai melandainya permintaan pengajuan restrukturisasi memasuki kuartal ketiga tahun ini, lanjut dia, diperkirakan karena kondisi keuangan setiap pelaku usaha bervariasi. Ia memperkirakan lonjakan pengajuan restrukturisasi kredit pada April-Mei dilakukan pelaku UMKM mengingat kondisi keuangan mereka belum sekuat korporasi.
"Bisa saja korporasi yang belum mengajukan restrukturisasi, dia mengajukan juga tahun depan karena kita belum tahu kondisi saat ini. Kalau overhead cost belum bisa ditangani, pastinya mereka memilih restrukturisasi," imbuh ekonom Bank Permata itu.
Sebelumnya, OJK memutuskan memperpanjang Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19. Kebijakan restrukturisasi kredit yang diatur dalam POJK itu sedianya berlaku hingga Maret 2021 dan kini diputuskan diperpanjang satu tahun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan keputusan itu diambil setelah memperhatikan penilaian terakhir OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskan rencana memperpanjang relaksasi ini pada Rapat Dewan Komisioner OJK pada 23 September 2020.
"Perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi," katanya.
Meski demikian, kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan penilaian bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi.
OJK mencatat realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per 28 September 2020 sebesar Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur. Sementara NPL pada September 2020 sebesar 3,15 persen menurun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22 persen.