Selasa 27 Oct 2020 09:05 WIB

Studi: Orang Sosiopat Cenderung Enggan Gunakan Masker

Temuan ini menjelaskan sebagian fenomena orang-orang yang tidak patuh aturan.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
 Seorang petugas kesehatan membuat tanda hati saat merayakan tiga pasien terakhir yang keluar dari rumah sakit lapangan di Stadion Nasional Mane Garrincha, setelah sembuh dari Covid-19, di Brasilia, Brasil, Kamis, 15 Oktober, 2020. Orang-orang dengan tingkat empati yang tinggi cenderung lebih mematuhi aturan-aturan terkait keamanan di masa pandemi Covid-19.
Foto: AP/Eraldo Peres
Seorang petugas kesehatan membuat tanda hati saat merayakan tiga pasien terakhir yang keluar dari rumah sakit lapangan di Stadion Nasional Mane Garrincha, setelah sembuh dari Covid-19, di Brasilia, Brasil, Kamis, 15 Oktober, 2020. Orang-orang dengan tingkat empati yang tinggi cenderung lebih mematuhi aturan-aturan terkait keamanan di masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang memiliki ciri sosiopat atau gangguan kepribadian antisosial cenderung tidak mengikuti aturan yang dirancang untuk menekan penyebaran virus di masa pandemi. Salah satunya adalah aturan mengenai penggunaan masker.

Kecenderungan ini ditemukan pada orang-orang dengan ciri sosiopat atau antisosial, terlebih bila orang tersebut memiliki tingkat empati yang rendah dan tingkat tidak berperasaan, suka menipu, dan gemar mengambil risiko yang tinggi.

Baca Juga

"(Karakteristik ini) berkaitan langsung dengan kepatuhan terhadap aturan pembatasan yang lebih rendah," ujar tim peneliti asal Belanda dalam studi yang dimuat pada jurnal daring Personality and Individual Differences.

Sebaliknya, orang-orang dengan tingkat empati yang tinggi cenderung lebih mematuhi aturan-aturan terkait keamanan di masa pandemi Covid-19. Tim peneliti menilai temuan ini dapat menjelaskan sebagian fenomena mengenai adanya orang-orang yang tidak patuh terhadap aturan di masa pandemi.

"Sifat-sifat ini menjelaskan, setidaknya sebagian, mengenai alasan mengapa orang-orang terus tidak mematuhi peraturan pembatasan meski ada peningkatan kasus dan kematian (Covid-19)," kata tim peneliti, seperti dilansir WebMD.

Studi ini dilakukan oleh tim peneliti asal Brasil di negara tersebut. Brasil merupakan negara dengan kasus Covid-19 terbanyak kedua di dunia.

Studi ini melibatkan 1.578 partisipan dewasa di Brasil pada periode 21 Mei hingga 29 Juni. Selama studi, tim peneliti mengukur ciri kepribadian maladaptif pada partisipan. Selain itu, tim peneliti juga mengukut perilaku partisipan terhadap protokol-protokol keseharan di masa pandemi Covid-19.

Tingginya kasus Covid-19 di Brasil dinilai berhubungan dengan sikap oposisi pemerintah terhadap anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan agensi-agensi kesehatan lainnya. Organisasi-organisasi kesehatan ini menekankan pentingnya penggunaan masker dan jaga jarak fisik di masa pandemi.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro diketahui telah meremehkan keseriusan pandemi Covid-19. Di beberapa kesempatan, Bolsonaro mendorong masyarakatnya untuk mengabaikan panduan jaga jarak fisik.

Selain itu, Bolsonaro juga menuding laporan kematian dan peningkatan kasus Covid-19 di negara tersebut sebagai trik media. Setelah positif terkena Covid-19 pun, Bolsonaro menanggapinya dengan santai.

"Tak ada alasan untuk takut. Itulah hidup, hidup terus berjalan," ujar Bolsonaro.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa temuan mereka terkait sikap orang-orang di Brasil terhadap protokol kesehatan Covid-19 menunjukkan hasil serupa dengan studi di negara lain. Akan tetapi, ini merupakan studi pertama yang menemukan kaitan antara aturan pembatasan dengan sifat antisosial.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement