REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tahun 1920-an, di tengah kesibukan kuliah di sekolah kedokteran, STOVIA; Rechtshoogeschool te Batavia atau Sekolah Tinggi Hukum; dan sekolah-sekolah lainnya di Batavia (Jakarta), mahasiswa melakukan pergerakan. Mereka melakukan berbagai kegiatan seperti Kongres I Pemuda pada tahun 1926 dan Kongres II Pemuda pada tahun 1928.
Dari peristiwa tersebut Kongres II Pemuda menghasilkan keputusan Sumpah Pemuda. Keputusan ini menjadi monumental dan diperingati setiap tahun oleh bangsa Indonesia. Peringatan dilakukan sebab pada peristiwa itu ada pesan persatuan dan cita-cita kebangsaan Indonesia.
Menanggapi sejarah yang ada, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan bangsa ini lahir dari kalangan kaum pelajar terdidik dan tercerahkan. “Mereka berpendidikan tinggi dan juga tercerahkan,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (28/10).
Lebih lanjut disampaikan, pendidikan yang mereka tempuh telah membuka pikiran dan mata hati tentang kemerdekaan, lepas dari penjajahan bangsa asing, dan kebangsaan. Dunia pendidikan pada masa itu, menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini membuat masyarakat menjadi cerdas.
Kecerdasan itulah menjadi gagasan-gagasan besar. Di daerah-daerah yang banyak tumbuh lembaga pendidikan pada masa itu, seperti di Sumatra Barat, Jakarta, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Bandung, lahir kalangan terdidik yang kelak menjadi pemimpin bangsa.
Belajar dari sejarah yang ada, pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu menyebut bahwa pendidikan sangat penting bagi kemajuan bangsa. Untuk itu dirinya mendorong agar pemerintah lebih serius dalam menangani dunia pendidikan. “Pentingnya pendidikan bagi bangsa ini sangat jelas, hal demikian termuat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945,” paparnya.
Sebagai amanat pembukaan UUD maka pemerintah harus memprioritaskan sektor ini. Pendidikan yang perlu dikembangkan, menurut pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu tidak membeda-bedakan sekolah umum dan sekolah agama, pesantren.
Semua lembaga pendidikan yang ada menurutnya perlu dibantu dan diperhatikan. “Pendidikan merupakan investasi masa depan,” ujarnya.
Bila saat ini pemerintah gencar mendorong dan memberi perhatian yang lebih kepada dunia pendidikan, maka 20 tahun ke depan, Indonesia mampu menjadi bangsa yang bersaing di tingkat global. Meski demikian pembangunan pendidikan yang ada harus mengacu pada Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Acuan tersebut membuat generasi muda tidak hanya cerdas dan pintar namun juga tetap berpegang teguh pada jati diri sebagai bangsa Indonesia,” paparnya.
Pada tahun 1920-an, mahasiswa yang menempuh pendidikan merupakan kelompok masyarakat yang cerdas dan pintar. “Mereka adalah kaum terdidik namun juga memegang jati diri sebagai bangsa Indonesia,” tuturnya. Pendidikan yang ditempuh tidak membuat mereka lupa akan jati dirinya.