REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang mengalami gangguan makan memiliki kemungkinan 12 kali lipat lebih besar untuk mengalami gangguan dismorfik tubuh alias body dysmorphic disorder (BDD). Gangguan ini akan membuat penderitanya sangat terobsesi terhadap kekurangan yang mereka rasakan pada penampilan fisik.
Menurut tim peneliti, BDD dapat memicu munculnya perasaan kecemasan dan stres terkait bentuk tubuh. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup bila tidak ditangani.
"Tenaga kesehatan yang menangani orang dengan gangguan dismorfik tubuh perlu men-skrining mereka secara rutin terkait gangguan makan, mengingat studi ini menunjukkan hubungan kuat antara keduanya," jelas peneliti dari Anglia Ruskin University Mike Trott, seperti dilansir Times Now News.
Studi yang dimuat dalam jurnal Eating and Weight Disorders/ ini melibatkan lebih dari 1.600 partisipan melalui media sosial. Sekitar 30 persen dari partisipan mengindikasikan adanya gangguan makan. Sebanyak 76 persen dari partisipan tersebut mengalami BDD.
Berdasarkan temuan ini, tim peneliti menyimpulkan bahwa kasus BDD 12 kali lebih tinggi pada orang-orang yang bergelut dengan gangguan makan. Selain itu, tim peneliti juga mengungkapkan tidak ada hubungan yang signifikan antara BDD dengan seksualitas dan penggunaan media sosial. Akan tetapi, tim peneliti mendapati bahwa BDD cenderung lebih banyak dialami oleh perempuan.
"Studi ini menunjukkan lebih banyak bukti mengenai hubungan rumit yang ada antara gangguan dismorfik tubuh dan gangguan makan," kata tim peneliti.
Studi ini memberikan bukti adanya hubungan yang kuat antara BDD dan gangguan makan. Oleh karena itu, tim peneliti menganjurkan agar tenaga kesehatan yang menangani pasien dengan BDD untuk melakukan skrining gangguan makan pada pasien tersebut.