REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil pemantauan pembelajaran jarak jauh (PJJ) oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan saat ini para siswa lebih sulit mengatasi permasalahan psikologis. Hal ini berbeda pada pemantauan PJJ pada Maret-Juni 2020, peserta didik cenderung mampu mengatasi tekanan psikologis.
Dewan pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan, PJJ saat ini berpengaruh terhadap kesehatan mental seorang anak. Beberapa penyebab psikologis anak semakin tertekan karena banyak perubahan pada tahun ajaran baru.
"Karena pada fase dua ini, anak naik kelas dengan situasi yang berubah. Wali kelasnya ganti, guru mata pelajarannya berbeda, dan kemungkinan besar kawan-kawan sekelasnya juga berbeda dari sebelumnya," kata Retno, dalam keterangannya, Senin (2/11).
Pergantian kelas tanpa melakukan tatap muka membuat anak-anak sulit memiliki teman dekat. Anak-anak kesulitan saling berbagi pengalaman di kelas dan bertanya jika ada yang belum dipahami dalam pelajaran.
"Akibatnya, kesulitan pembelajaran ditanggung anak sendiri jika anak tersebut tidak berani bertanya kepada gurunya," kata dia lagi.
Masalah ketidakmerataan akses terhadap fasilitas pendukung pembelajaran daring atau luring berdampak pada peserta didik harus memiliki sistem belajar sendiri. Akibatnya, lanjut Retno, anak tidak bisa mengatur jadwal belajar dengan baik.
Tidak dapat dipungkiri, pandemi ini juga dapat berdampak kepada aspek psikososial dari anak dan remaja di antaranya adalah perasaan bosan karena harus tinggal di rumah. Selain itu perasaan khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orang tua.