Selasa 03 Nov 2020 16:26 WIB

Ilmuwan Teliti Tabrakan Galaksi Paling Jauh

Ilmuwan mengamati tabrakan galaksi yang terjadi 7 miliar tahun lalu.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Galaksi (ilustrasi).
Foto: Science Alert
Galaksi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Untuk pertama kalinya, tim ilmuwan  mengamati sembilan tabrakan masif antara gugus galaksi di alam semesta awal. Peristiwa yang terjadi 7 miliar tahun lalu ini adalah yang terjauh yang pernah teramati.

Dilansir di Inverse, Selasa (3/11), pengamatan tersebut dirinci dalam sebuah penelitian yang diterbitkan Senin (2/11) di jurnal Nature Astronomy. Gabriella Di Gennaro adalah peneliti di Universitas Leiden di Belanda dan penulis utama studi baru tersebut. Dia dan timnya mencari tabrakan ini dengan mengamati sampel gugus galaksi.

Baca Juga

"Kami tidak tahu berapa banyak dari kelompok ini yang bertabrakan. Kami melihat yang terletak jauh di alam semesta,"kata Di Gennaro.

Dengan menggunakan intrumen, para peneliti mengumpulkan data rinci yang belum pernah terjadi sebelumnya dari gugus galaksi yang terletak pada jarak yang lebih jauh dari sebelumnya.

Saat gugus galaksi bergabung bersama, gerakan yang diciptakan oleh tabrakan tersebut mempercepat partikel yang berada di dalam gugus hingga hampir mencapai kecepatan cahaya. Saat mereka bersentuhan dengan medan magnet klaster, partikel yang dipercepat memancarkan gelombang radio.

Di Gennaro membandingkannya dengan melempar batu ke danau, dan riak yang dihasilkan dari benturan.

"Riak ini menghasilkan gerakan bergolak di dalam klaster. Ini semua tentang gerakan turbulen, gelombang kejut yang merambat dari titik benturan ke bagian luar danau," kata dia.

Upaya sebelumnya untuk menangkap gelombang radio ini tidak berhasil karena instrumen peneliti tidak cukup kuat untuk menangkapnya dari jarak yang begitu jauh. Gelombang radio yang diamati dalam penelitian ini dihasilkan oleh tabrakan yang terjadi pada jarak 7 miliar tahun cahaya.

Dengan mengamati tabrakan gugus galaksi, para ilmuwan terkejut menemukan bahwa penggabungan menghasilkan emisi radio yang lebih terang daripada yang diperkirakan sebelumnya untuk alam semesta muda.

"Apa yang kita lihat sekarang, dan apa yang kita lihat 7 miliar tahun lalu, sebenarnya sama. Satu-satunya perbedaan yang dapat kita lihat adalah bahwa ketika alam semesta masih muda, ada kemungkinan lebih tinggi untuk menemukan tabrakan ini," jelas Di Gennaro.

Para astronom mempelajari galaksi untuk menguji teori kosmologi terkini dan model alam semesta yang mereka miliki. Menurut Di Gennaro, galaksi adalah titik akhir evolusi.

Mengamati galaksi dapat memberi tahu para ilmuwan tentang proses seperti pembentukan bintang dan memahami hukum fisika yang mengatur alam semesta.

Karena teknologi di balik teleskop ruang angkasa terus meningkat, para ilmuwan berharap untuk mengamati lebih banyak dari tabrakan jauh ini dan dapat menganalisisnya secara lebih rinci.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement