Kamis 05 Nov 2020 18:59 WIB

Perguruan Tinggi Harus Antisipasi Pekerjaan di Masa Depan

Dalam 10 tahun ke depan lebih dari 23 juta pekerjaan di Indonesia akan hilang.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Plt Dirjen Dikti) Kemenkdikbud, Nizam
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Plt Dirjen Dikti) Kemenkdikbud, Nizam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Prof Nizam perguruan tinggi harus mengantisipasi atau siap dengan lapangan pekerjaan di masa depan. Ia mengatakan, dalam 10 tahun ke depan lebih dari 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia akan hilang dan digantikan dengan smart computer, artificial intelligence, internet of things, dan big data analytics.

"Tapi akan muncul juga pekerjaan baru dua kali lipat lebih banyak dari yang hilang, namun pekerjaan tersebut belum ada. Inilah yang menjadi tantangan bagi perguruan tinggi dan mahasiswa," kata Nizam, dalam keterangannya, Kamis (5/11). 

Jika perguruan tinggi tidak mampu beradaptasi, lanjut Nizam, maka Indonesia akan tertinggal dari perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi. Hal ini kemudian akan memunculkan broken link

Terkait hal ini, perguruan tinggi perlu mendisrupsi dirinya sendiri untuk memasuki dunia pendidikan 4.0. Nizam menyampaikan hal paling penting dalam menghadapi masa depan ialah memberi kebebasan belajar bagi mahasiswa dengan tetap menanamkan karakter Pancasila dalam program Kampus Merdeka. 

Menurut Nizam, program ini dapat menciptakan mahasiswa menjadi pembelajar mandiri, adaptif, kreatif, dan memiliki kemampuan problem solving yang kompleks, multidimensi, multikultural, serta multidisiplin. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengembangkan kompetensi-kompetensi baru melalui kebijakan kebebasan mengambil pelajaran di luar program studinya. 

Melalui kebebasan dalam program Kampus Merdeka, mahasiswa dapat memiliki jangkauan yang lebih luas. "Kualitas karakter yang diperlukan masa abad ke-21 atau masa depan adalah keingintahuan, keinginan untuk belajar dan mengeksplor hal baru, inisiatif mengembangkan diri, siap belajar kapanpun dan dari siapapun, dan ketangguhan dalam mengambil tantangan baru serta tidak takut gagal," kata dia menjelaskan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement